TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) yang berlokasi di Desa Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat atau akrab disebut Proyek Hambalang sudah bermasalah sejak awal, khususnya tanahnya yang labil.
Hal tersebut terungkap dalam dakwaan jaksa penuntut umum yang dibacakan Kadek Wiradana untuk terdakwa Deddy Kusdinar, Pejabat Pembuat Komitmen dalam Proyek Hambalang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (7/11/2013).
Dalam rangka persiapan proses pembangunan P3SON, Sesmenpora Wafid Muharram menunjuk Deddy yang juga Kepala Biro Perencanaan Kemenpora sebagai koordinator tim yang anggotanya Tommy Apriantono (Dosen ITB) dan Lisa Lukitawati Isa (CV Rifa Medika).
Dalam pelaksanaannya, tim asistensi bekerjasama dengan Paul Nelwan, Direktur Utama PT Biro Insinyur Eksaksta (BIE), Ida Nuraida, Direktur Teknik dan Operasi PT BIE, Sonny Anjangsono, Komisaris PT Metaphora Solusi Global (MSG), Muhammad Arifin, dan Direktur Operasional PT MSG, Asep Wibowo, untuk membuat desain maupun Rencana Anggaran Biaya (RAB) Proyek Hambalang.
Menurut jaksa Kadek, Wafid meminta Ida dan Sonny meninjau lokasi pembangunan proyek, yang saat itu diberikan dokumen termasuk master plan 2006 berikut pagu anggaran Rp 125 miliar sebagai dasar menghitung RAB seperti usulan DIPA APBN 2010.
"Setelah dianalisis terhadap dokumen-dokumen serta kondisi lapangan, Sonny menemukan kendala dan potensi masalah lapangan yaitu tidak ada peta lahan dari BPN, kondisi tanah yang labil," ujar jaksa Kadek, lalu melanjutkan, Sonny menyampaikan ke Deddy dan Wafid.
Temuan Sonny mewakili PT BIE berbeda soal desain dan analisa PT MSG. Sonny menilai analisa PT MSG tidak sesuai dengan kondisi tanah Hambalang. Tapi, Wafid menyampaikan desain itu akan disampaikan kepada Menpora yang baru Andi Mallarangeng, dan Sonny diminta membuat RAB Rp 2.5 triliun.
Belakangan, Sonny menyampaikan kepada Wafid dan Deddy, yang tidak sanggup menghitung RAB dengan nilai Rp 2.5 triliun karena tidak wajar melihat luasan area dan fasilitas sebagaimana dalam master plan tahun 2006. Deddy lalu memanggil Sonny untuk bertemu di kantor Lisa, dan di sana ada Lisa, Paul Nelwan.
"Saat itu terdakwa memperingatkan Sonny, jangan menakut-nakuti Wafid tentang masalah kondisi tanah, biaya konstruksi dan masalah bangunan yang sudah ada di Hambalang apakah dihapus atau tidak," terang jaksa Kadek.
Sonny lalu meminta atasannya, Ida mengonfirmasi maksud perkataan Deddy kepada Wafid. Setelah terkonfirmasi, Ida memberitahu Sonny bahwa PT BEI mundur dari Proyek Hambalang karena "proyek ini bau." Selanjutnya Sonny kembalikan master plan 2006 dan dokumen lainnya ke Kemenpora.
Jaksa Kadek menyebut Deddy telah menyalahgunakan wewenangnya. Ia telah mengatur pemenangan PT Adhi Karya dalam proyek Hambalang, dan menerima Rp 1.2 miliar dari konsorsium PT Adhi Karya-PT Wijaya Karya, dan merugikan keuangan negara Rp 463.668 miliar.
Deddy disebut bersama-sama dengan Andi Alifian Mallarangeng, Teuku Bagus Mohammad Noor, serta bersama-sama dengan Wafid Muharam, Andi Zulkarnain Mallarangeng alias Choel, Machfud Suroso, Lisa Lukitawati Isa, Muhammad Arifin, Saul Paulus David Nelwan, melakukan atau turut serta melakukan pengaturan dalam proses pengadaan barang atau jasa.
"Yakni pengadaan jasa konsultan perencana, pengadaan jasa konsultan manajemen konstruksi, pengadaan jasa konstruksi Pembangunan Lanjutan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional di Desa Hambalang," kata jaksa Kadek.
Jaksa mendakwa Deddy didakwa dengan dua pasal alternatif yakni pertama Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun.