TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla mengaku kaget atas isu penyadapan intelijen Australia terhadap dia dan presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY).
Ketua Umum Palang Merah Indonesia itu pun mendesak pemerintah harus protes keras, dan mengklarifikasi isu yang telah telah terpublikasi tersebut.
Ditemui di kantor Palang Merah Indonesia (PMI), Jakarta Selatan, Senin (18/11), JK mengatakan bila dugaan tersebut benar, Australia telah melanggar peraturan dan etika internasional.
"Saya tidak mau berandai-andai, kalau memang betul, pemerintah harus protes dan minta jawaban yang jelas. Pemerintah kan sudah memanggil Duta Besar Australia (Greg Moriarty), tapi sampai sekarang belum ada jawaban yang jelas," ujar JK, generasi pengusaha Haji Kalla dari Makassar, Sulawesi Selatan.
Menurut JK, motivasi suatu negara mepenyadap pemimpin negara lain adalah karena motif keamanan maupun politik.
Namun kata dia, Kanselir Jerman, Angela Merkel juga sempat diberitakan telah disadap Amerika Serikat.
Oleh karena itu pemerintah harus lebih berhati-hati dalam berkomunikasi, terutama Presiden SBY dalam memanfaatkan telepon selular.
"Jangan lupa (Angela) Merkel juga kena, kita harus lebih hati-hati," kata Kalla.
Pengenai penyadapan atas teleponnya, kata JK, hal itu tidak bisa dianggap sebagai masalah pribadi. Penyadapan tersebut harus dipandang sebagai penyadapan pemerintah. Ia pun mengaku tidak akan melayangkan protes secara pribadi, karena protes harus dilayangkan oleh pemerintah.
JK menambahkan telepon seluler miliknya digunakan untuk banyak hal, mulai kepentingan pemerintahan hingga urusan pribadi. Mengenai pembicaraan rahasia antara dia dengan SBY, menurut JK hal itu tergantung dari tujuan penyadapan. "Tergantung, kalau menurut saya, bukan rahasia dan menurut dia rahasia gimana?" katanya nada meninggi.
Selain JK, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah memperoleh informasi awal mengenai Badan Intelijen Australia menyadap percakapannya beserta Ibu Ani Yudhoyono, istrinya dan sejumlah menteri di kabinet.
Informasi awal mengenai itu, menurut Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah sudah disampaikan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa kepada Presiden SBY.
"Sepengetahuan saya, Menlu telah menyampaikan informasi awal ke Bapak Presiden atas berita yang mengemuka tersebut," ungkap Teuku Faizasyah, Senin (18/11).
Dokumen rahasia yang dibocorkan mantan pegawai CIA dan kini menjadi buron Amerika Serikat, Edward Snowden, menunjukkan Presiden SBY dan sembilan orang lingkaran dalamnya telah menjadi target penyadapan intelijen Australia.
Dokumen yang diperoleh stasiun televisi Australian Broadcasting Corporation (ABC) dan surat kabar The Guardian, memperlihatkan Badan Intelijen Australia melacak aktivitas telepon SBY selama 15 hari pada Agustus 2009 saat Kevin Rudd masih menjabat sebagai Perdana Menteri Australia.