TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan, Bandung, Jawa Barat, Asep Warlan Yusuf mengatakan saat ini masih banyak pertanyaan dari masyarakat yang belum terjawab terkait berbagai indikasi penyelewengan yang terjadi dalam urusan haji.
“Yang namanya kementerian agama itu harusnya bebas dari korupsi. Tapi isu korupsi penyelewengan dana haji terus bergulir tanpa ada penyelesaian. Masyarakat terus bertanya-tanya manfaat apa yang mereka dapatkan dari keharusan menyetorkan lebih awal biaya perjalanan haji mereka,” katanya.
Menurut Asep, Dirjen Pelaksana Haji dan Umroh, Anggito Abimanyu dan juga Irjen Kemenag, M.Yasin harus berani membongkar berbagai penyelewengan yang terjadi di kementerian agama terutama terkait isu penyelewengan dana haji.
“Anggito, ekonom yang dikenal bersih dan juga M.Yasin mantan wakil ketua KPK ditempatkan di kemenag itu dengan tujuan untuk membersihkan urusan haji dari praktek-praktek korupsi. Harusnya mereka berani mengungkapkan berbagai penyelewengan dalam urusan haji yang selama ini selalu menjadi isu yang tidak pernah terselesaikan,” ujar Asep ketika dihubungi wartawan, Senin (10/2/2014).
Menurutnya, nilai tambah dari pengelolaan setoran haji itu dilihat orang awam masih terlalu kecil dan sangat tidak normal sehingga wajar saja jika hal itu menimbulkan dugaan adanya penyelewengan pengelolaan dana haji. Hasil bunga atau manfaat pengelolaan dana haji yang hanya Rp 2,2 triliun setiap tahunnya dari jumlah dana haji sebesar Rp 80 triliun dinilainya masih sangat kecil.
“Saya tidak tahu bagaimana mereka menempatkan dana haji itu. Tapi ilustrasinya kalau perbankan saja bisa memberikan bunga sebesar 3 persen untuk tabungan biasa, maka hasil yang didapatkan itu harusnya sebesar Rp 2,4 triliun.Tapi masak dana sebesar itu hanya diletakkan di tabungan? Kan bisa diletakkan di deposito yang nilai manfaatnya tentu jauh lebih besar yaitu diatas 5 persen,” ujarnya.
Meski belum tentu ada korupsi, karena indikasi penyelewengan bukan pada uang negara tapi dana setoran haji masyarakat, Asep tetap melihat KPK seharusnya bisa bergerak cepat. KPK juga harus menyelidiki apakah kementerian agama sebagai pemegang rekening mendapatkan manfaat yang seharusnya tidak dia dapatkan dari penunjukan perbankan yang mengelola dana haji tersebut.
”Meski ini mungkin penggelapan bunga dana para calon jemaah haji sehingga tidak masuk delik korupsi, saya ihat KPK tetap harus bergerak cepat. Karena kemungkinan adanya penggunaan double anggaran tetap ada, dimasukkan ke APBN dan jemaah tetap dibebankan untuk membayar kegiatan penyelenggaraan haji,” katanya.