TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa perkara korupsi pengadaan sarana dan prasana olahraga di Hambalang, Deddy Kusdinar hanya menundukkan kepala ketika mendengarkan surat tuntutan yang dibacakan tim Jaksa KPK.
Sidang agenda tuntutan Deddy di gelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Selasa (18/2/2014) sore.
Deddy yang merupakan mantan Karo Perencanaan Kemenpora sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen proyek Hambalang, mengaku siap menjalani persidangan tersebut. "Siap, saya sehat yang mulia," kata Deddy yang duduk di kursi terdakwa kepada majelis hakim.
Setelah itu, pantauan Tribun, pria yang mengenakan kacamata dengan sebuah alat tulis di tangannya itu, langsung menundukan kepalanya selama tim Jaksa KPK membacakan surat tuntutannya.
Dalam dakwaan Jaksa KPK, Deddy dianggap melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu koorporasi atas perbuatannya. Lebih jauh, JPU KPK menjelaskan, Deddy yang berperan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) P3SON Hambalang melakukan penyalahgunaan kewenangan dengan mengatur PT Adhi Karya sebagai pemenang penggarap proyek. Dia juga menerima uang sebesar Rp1,25 miliar dari konsorsium PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya. Akibat tindakannya itu, negara dirugikan sebesar Rp463,668 miliar.
Perbuatan Deddy juga dianggap memperkaya mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Alifian Mallarangeng melalui adik kandungnya yaitu Andi Zulkarnain Anwar alias Choel Mallaranggeng. Deddy juga dinilai memperkaya mantan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Wafid Muharam. Termasuk, Anas Urbaningrum, bekas petinggi PT Adhi Karya Teuku Bagus Mokhamad Noor, dan petinggi PT Dutasari Citralaras, Machfud Suroso. Tak terkecuali Olly Dondokambey, mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto, petinggi CV Rifa Medika Lisa Lukitawati Isa, Anggraeni, Dewi Kusumastituti, Adirusman Dault serta Imanulah Aziz.
Sejumlah perusahaan juga disebutkan turut merasakan keuntungan dari perbuatan Deddy. Perusahaan itu adalah PT Yodya Karya, PT Methapora Solusi Global, PT Malmass Mitra Teknik, PD Laboratorim Teknis Sipil Geoinves, PT Ciriajasa Cipta Mandiri, PT Global Daya Manunggal, PT Aria Lingga Perkasa, PT Dutasari Citra Laras, KSO Adhi Karya-Wijaya Karya. Termasuk, 32 perusahaan maupun perorangan subkontrak Adhi Karya-Wijaya Karya.
"Melakukan atau turut serta melakukan pengaturan dalam proses pengadaan barang/jasa. Yakni, pengadaan jasa konsultan perencana, pengadaan jasa konsultan manajemen konstruksi, pengadaan jasa konstruksi pembangunan lanjutan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional di Desa Hambalang, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, alias proyek Hambalang,” urai JPU KPK.
Lebih lanjut, Jaksa KPK menyatakan, Deddy melakukan perbuatan tersebut bersama-sama Andi Alifian Mallaranggeng Teuku Bagus Mohammad Noor, Wafid Muharam, Andi Zulkarnain Mallarangeng alias Choel Mallarangengg, Machfud Suroso, Lisa Lukitawati Isa, Muhammad Arifin dan Saul Paulus David Nelwan. Deddy juga dinyatakan Jaksa KPK, meminta uang Rp10 juta kepada Malemteta Ginting dari PT Ciriajasa Cipta Mandiri selaku pemenang lelang jasa konsultan manajemen konstruksi. Uang itu kemudian digunakan untuk kepentingan yayasan milik Deddy di Kuningan Jawa Barat.
Lebih jauh lagi, Jaksa KPK dalam dakwaannya juga menyebutkan, terdakwa Deddy Kusdinar juga kecipratan uang dari manajer KSO Adhi Karya dan Wijaya Karya, Purwadi Hendro sebesar Rp250 juta dan Rp750 juta. Uang yang diterima lewat Muhammad Arifin itu dinyatakan untuk mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Terdakwa Deddy Kusdinar juga dinyatakan melakukan penunjukan langsung PT Yodya Karya. Penunjukan itu terkait konsultan perencana sebagaimana tertuang dalam kontrak 14 Januari 2011 senilai Rp8, 5 miliar. Termasuk, menandatangani kontrak pekerjaan konsultan perencana tahun 2011. Padahal, Deddy sudah tidak lagi memegang jabatan pembuat komitmen di proyek Hambalang. Selanjutnya, PT Yodya Karya meski terlambat menyelesaikan pekerjaan, tetap diberikan perpanjangan kontrak oleh Deddy sebagai konsultan perencana tahun 2011.