TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar didakwa empat perkara korupsi dan dua perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Dalam salah satu perkara korupsi, Akil didakwa menerima suap sekitar Rp 40,5 miliar untuk pemulusan penanganan empat perkara sengketa pemilukada yang ditanganinya di MK.
"(Akil Mochtar) telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang menerima hadiah atau janji," kata anggota tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Pulung Rinandoro, saat membacakan surat dakwaan Akil Mochtar di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (20/2/2014).
Jaksa menyebutkan, Akil didakwa menerima uang Rp 3 miliar untuk terkait permohonan keberatan hasil Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Rp 10 miliar dan 500 Dolar Amerika Serikat (Rp 6 miliar kurs Rp 12 ribu/Dolar AS) untuk sengketa Pilkada Kabupaten Empat Lawang, Rp 19,86 miliar untuk sengketa Pilkada Kota Palembang, dan Rp 500 juta untuk sengketa Pilkada Kabupaten Lampung Selatan.
Atas penerimaan-penerimaan itu, JPU mendakwa Akil Mochtar telah melanggar Pasal 12 huruf c Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaiman diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUH-Pidana, juncto Pasal 65 ayat 1 KUH-Pidana.
Akil yang mengenakan batik hijau tampak terdiam saat mendengarkan surat dakwaan setebal 63 halaman dari JPU itu. Sidang ini dipimpin oleh hakim Suwidya.
Hingga berita ini diturunkan, sidang perdana pembacaan surat dakwaan Akil Mochtar ini masih berlangsung.