Lalu, saat menjabat menjadi Deputi Kepala BRR Aceh-Nias, ia melakukan terobosan dalam transparansi dan pengawasan dana bantuan. Sudirman membentuk Satuan Anti Korupsi (SAK) yang bertugas mendidik semua pemangku kepentingan di Aceh dan Nias pascatsunami.
Kemudian, saat menjabat Kepala ISC Pertamina, Sudirman sempat menyedot perhatian publik. ISC didirikan Pertamina saat dipimpin Dirut Ari Soemarno pada September 2008 dan Oktober 2009, Sudirman ditunjuk sebagai Kepala ISC.
Saat itu, Ari Soemarno mengatakan, ISC merupakan upaya transformasi pengadaan minyak dan BBM. ISC digadang-gadang sebagai jembatan Pertamina menjadi perusahaan minyak nasional kelas dunia.
Dengan ISC, maka fungsi pengadaan minyak dan BBM yang sebelumnya terpisah di Direktorat Pengolahan dan Direktorat Pemasaran dan Niaga bisa diintegrasikan, sehingga diharapkan lebih efisien.
Namun, keberadaan ISC tersebut disorot sejumlah kalangan termasuk DPR melalui Pansus Angket BBM, karena dinilai tidak efektif. Sudirman pun tidak lama menjabat Kepala ISC.
Hanya lima bulan, pada Maret 2009, dia digeser dari jabatannya tersebut.
Pascapenggantian Sudirman, Pertamina merombak fungsi ISC menjadi penyusun strategi atau semacam "think tank" pemasaran. Pengalihan tersebut sesuai arahan Dewan Komisaris Pertamina.
Selain masih aktif di MTI, Sudirman merupakan Anggota Komite Independen Reformasi Birokrasi Nasional. Dengan berbagai pengalaman tersebut, Sudirman diharapkan membawa transparansi pengelolaan sektor ESDM ke depan.