Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, pemerintahan Presiden Joko Widodo telah gagal mengamankan kebutuhan dasar rakyat sebelum memutuskan kenaikan harga bakarĀ minyak (BBM) bersubsidi.
Menurutnya, harga aneka komoditi kebutuhan pokok rakyat bahkan telah melambung sebelum harga baru BBM yang ditetapkan, Selasa (18/11/2014) kemarin. Kebijakan Jokowi-JK itu juga tidak berkeadilan karena memindahkan beban fiskal pemerintahannya ke pundak rakyat.
Kenaikan tajam harga aneka kebutuhan pokok rakyat dalam beberapa pekan terakhir, termasuk beras, menjadi bukti bahwa para menteri ekonomi dari Kabinet Kerja gagal meredam dampak negatif isu naiknya harga BBM bersubsidi.
"Padahal, pengalaman menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM akan selalu diikuti dengan naiknya harga barang dan jasa, utamanya harga komoditi kebutuhan pokok dan tarif jasa angkutan penumpang pada semua moda transportasi," kata Bambang dalam keterangan yang diterima, Rabu (19/11/2014).
Bambang menyebutkan, ketidakmampuan para menteri meredam dampak negatif itu akan semakin menyengsarakan rakyat. Bantuan non tunai lewat Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) tidak akan mengurangi penderitaan warga miskin karena lonjakan harga barang dan jasa biasanya jauh lebih tinggi. Inilah pil pahit dari Presiden Jokowi yang harus ditelan seluruh rakyat Indonesia.
"Berdasarkan fakta ini, Fraksi Partai Golkar (FPG) menolak keputusan Presiden Jokowi menaikkan harga BBM bersubsidi. FPG bahkan mengecam kebijakan harga baru BBM bersubsidi, karena Jokowi terang-terangan mengalihkan beban fiskal pemerintahannya ke pundak rakyat," tegasnya.
Bagi FPG, kenaikan harga BBM bersubsidi saat ini sama sekali tidak masuk akal, bahkan sulit diterima akal sehat. Sebab, harga BBM bersubsidi dinaikkan ketika harga minyak di pasar internasional turun, alias lebih rendah dari asumsi APBN tahun berjalan. APBN-P 2014 mengasumsikan harga minyak 105 dolar AS per barel, sementara harga minyak saat ini di kisaran 80 dolar AS per barel.
"Artinya, tekanan beban fiskal bagi pemerintah baru relatif belum bertambah karena turunnya harga minyak di pasar internasional," kata Bambang.
"Maka, kalau benar Jokowi pro rakyat, dia seharusnya memiliki keberanian politik dan menunjukkan itikad baik dengan menurunkan harga BBM bersubsidi," katanya.
"Sebab, dari penurunan harga BBM bersubsidi itu, akan terbangun suasana nyaman dalam kehidupan rakyat. Kalau pun tidak punya itikad baik, Jokowi minimal mempertahankan harga pada level yang berlaku sebelumnya. Namun, dengan menaikkan harga BBM bersubsidi, sama artinya Jokowi tidak punya itikad baik terhadap rakyat," katanya.