Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjebloskan penyalahguna narkoba ke dalam jeruji besi bukan solus tepat. Alih-alih menyadarkan dan mengembalikan ke jalan yang benar, penyalahguna justru berpotensi menjadi bandar narkoba di kemudian hari.
Demikian disampaikan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Anang Iskandar, saat membagi pengalaman Indonesia memerangi narkoba dalam pertemuan ASEAN Ministerial Meeting on Drug Matters (AMMDM) lewat keterangannya, Selasa (2/12/2014).
"Ketika penyalahguna masuk penjara, bandar tertawa lebar karena pasokan ke dalam penjara tetap lancar. Tak sedikit penyalahguna pada akhirnya naik kelas menjadi bandar," kata Anang sambil menambahkan perlu trik khusus agar mereka tak naik kelas.
Ia mengusulkan, perlunya pemahaman bersama negara-negara yang bergabung dalam AMMDM guna mencari solusi bagi penyalahguna narkoba. Menurutnya, selama ini yang menjadi akar masalah narkoba adalah penyalahgunaannya.
Menurutnya, penanganan humanis menjadi pilihan paling realistis berupa rehabilitasi penyalahguna narkoba. Dengan sebuah paradigma baru, penyalahguna yang tertangkap tak langsung dipenjara, tapi dilakukan asesmen terlebih dahulu.
Dalam proses ini harus dipastikan yang tertangkap murni sebagai penyalahguna, pengedar atau bandar. Penyalahguna biasa cukup rehabilitasi, tapi jika bandar atau pengedar harus dijatuhi hukuman mati sampai kekayaan hasil narkoba dirampas.
Masalah ini, sambung Anang, sedikit banyak bukan saja dialami Indonesia tapi juga negara-negara ASEAN. Sehingga AMMDM dituntut waspada dan meningkatkan kerja sama lebih kuat memberantas penyalahgunaan dan peredaran narkoba dengan maksimal.
Pertemuan AMMDM yang berlangsung selama 2-3 Desember, mendiskusikan beragam masalah narkoba dari hulu ke hilir, dan hasilnya akan dibawa ke dalam pertemuan para menteri di ASEAN yang menangani masalah narkotika.