TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nawa Cita sebagai agenda pokok dan janji politik Presiden Jokowi saat kampanye Pilpres dulu, cenderung tak lagi terdengar.
Presiden dan sebagian besar jajaran kabinetnya pun nyaris tak pernah lagi menyitir Nawa Cita.
‎Demikian penilaian Haryadi, pengamat politik dari Unair, Selasa (7/4/2015).
Mengingat keadaan seperti ini, kata Haryadi, PDI-Perjuangan sebagai pengusung Presiden Jokowi patut mengingatkan Presiden dan pemerintahannya agar kembali ke jalan Nawa Cita.
Mengingat Nawa Cita adalah merupakan jawaban atas problema bangsa yang dijabarkan dari ajaran Trisakti Bung Karno, maka menurut Haryadi, pantas jika PDI-Perjuangan memiliki pusat kepedulian terhadap Nawa Cita.
"Forum yang tepat untuk mengajak Presiden kembali ke jalan Nawa Cita adalah kongres partai di Bali," ujar Haryadi.
Dia menyebutkan bahwa saat ini terkesan publik warga-negara bahkan tak peduli dengan Nawa Cita. Terkesan kuat seolah Nawa Cita hanya slogan kampanye Presiden.
Keberadaannya dimaknai tak lebih dari sekadar "mantra pemikat" yang tidak operasional.
Dia menegaskan seharusnya Pemerintah berjalan sesuai agenda yang dijanjikan dan bisa ditagihkan. Kiranya perlu diingat bahwa dalam tatanan sistem presidensial, maka agenda dan janji politik saat kampanye akan menjadi GBHN bagi Presiden terpilih.
"Seharusnya Nawa Cita menjadi GBHN bagi pemerintahan Presiden Jokowi. Jadi, seharusnya Nawa Cita menjadi sumber inspirasi bagi tiap kebijakan pemerintahan sekarang. Adapun publik warga-negara berhak menuntut janji kepada pemerintahnya mengacu substansi Nawa Cita," tandasnya.