TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Bareskrim Mabes Polri diharapkan tak ragu dan segera memeriksa mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) terkait pengusutan dugaan tindak pidana korupsi dalam proses penjualan kondensat bagian negara ke PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).
Menurut Direktur Centre for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, dugaan keterlibatan mantan menkeu SMI ada pada pemberian persetujuan untuk penunjukan langsung penjualan kondesat dimaksud.
Menkeu saat itu, imbuhnya, tetap memberikan persetujuan terhadap pembayaran tidak langsung melalui Surat Nomor S-85/MK.02/2009 tanggal 12 Februari dengan merujuk pada Surat Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas.
Persetujuan itu disampaikan kepada Direktur Utama TPPI lewat surat Nomor 011/BPC0000/2009/S2 tanggal 12 Januari 2009 tentang Penunjukan PT.TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara.
Padahal, menurut Uchok, surat deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas tidak boleh dipakai sebagai landasan hukum atas persetujuan Kemenkeu ini.
"Kalau tidak ada persetujuan dari menkeu, tidak mungkin ada pemberian penujukkan langsung kepada TPPI. (Mantan Menkeu Sri Mulyani) Harus diperiksa dong atas persetujuan tersebut, dan Bareskrim jangan pilih kasih dalam penegakkan hukum," kata Ucok, Jumat )15/5/2015).
Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran dimaksud, Ucok menjelaskan bukan pejabat yang berwenang. Dan hal itupun jelas-jelas bisa diduga telah melanggar prosedur sesuai keputusan Kepala BPMIGAS Nomor KPTS-20/BPOOOOO/2003-S0 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukkan Penjual Minyak Mentah Kondensat Bagian Negara.
Ia berharap Bareskrim Mabes Polri agar fokus pada dua modus tindak pidana dugaan korupsi di kasus itu. Modus pertama adalah penunjukan langsung dan yang kedua adalah pengiriman kondesat sebelum adanya penandatanganan Kontrak Seller Appointment Agreement (SAA).
Menurutnya, penunjukan langsung penjualan kondesat itu telah berpotensi merugikan keuangan Negara. Kata Uchok, BP MIGAS, atau saat ini bernama SKK Migas, telah melanggar prosedur sesuai Keputusan Kepala BP MIGAS Nomor KPTS-20/BPOOOOO/2003-S0 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah Kondensat Bagian Negara.
Dalam proses penetapan PT TPPI, jelasnya, tidak terdapat dokumentasi hasil penilaian pemeriksaan dari Tim Penunjukan Penjual Minyak Mentah Kondensat Bagian Negara sebagai dasar penetapan penunjukkan langsung PT TPPI, untuk selanjutnya diolah di kilang dalam negeri.
Selain itu, keputusan penetapan pertama kali PT TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara ditetapkan oleh pejabat yang tidak berwenang yaitu Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BPMIGAS. Sang Deputi mengeluarkan penetapan TPPI melalui surat kepada Direktur Utama PT TPPI Nomor 011IBPCOOOO/2009/S2 tanggal 12 Januari 2009.
Selanjutnya, potensi kerugian Negara berasal dari total pengiriman kondensat kepada PT TPPI sebanyak 33.090.190,66 barel atau senilai USD 2.716.894.359,49. Atas nilai tersebut, TPPI telah membayar senilai USD 2.577.660.993,51.
Sehingga masih terdapat utang TPPI senilai USD I39.233.365,98, atau ekuivalen Rp1.346.386.649.026,60 dengan kurs tengah Bank Indonesia 28 Desember 2012 adalah Rp9.670 per-USD.
Kemudian, atas keterlambatan pembayaran utang TPPI, ditagihkan penalti sebesar USD 11.745.929,23 dan telah dibayar senilai USD 10.659.366,12. Sehingga terdapat piutang atas penalti senilai USD 1.086.563,11 atau ekuivalen Rp10.507.065.273,70 dengan kurs Rp9.670 per-USD.
Modus kedua, kata Uchok, adalah ada pengiriman kondesat bagian Negara kepada PT. TPPI sebelum kontrak penunjukkan penjual ditandatangani dengan nilai sebanyak 21.600.062,66 barel atau dengan nilai sebesar Rp 1.546.843.450,22.
Rinciannya, SAA ditandatangani pada 23 April 2010 dengan masa berlaku surut dari 23 Mei 2009-23 Mei 2010. Pengiriman kondensat sebelum penandatanganan kontrak SAA dengan volume sejumlah 15.539.499,02 barel senilai USD 1.104.206.185,54.
Amandemen pertama SAA ditandatangani pada 21 Oktober 2010, berlaku surut dari 23 Mei 2010-23 Mei 2011. Pengiriman kondensat sebelum penandatanganan Amandemen pertama SAA dengan volume sejumlah 6.060.563,64 barel senilai USD 442.637.264,69.