TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri diminta tidak ragu apabila membutuhkan bantuan dari TNI misalnya untuk mengejar teroris hingga ke hutan belantara dan harus bertahan hidup.
Hal tersebut menyusul adanya kopi surat Kapolri kepada Panglima TNI tentang permohonan agar personel Korps Brigade Mobil (Brimob) diikutsertakan dalam Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Raider di Pusat Pendidikan (Pusdik) Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
"Jadi, kalau memang harus sampai mengejar teroris di hutan, ya minta saja bantuan TNI agar bisa memberikan unitnya yang 'jago bermain' di hutan. Dan dalam penugasannya kan bisa tetap di bawah komando Polri," kata Mantan Kasum TNI Letjen TNI (purn) Suryo Prabowo dalam pernyataannya, Selasa(28/7/2015).
Suryo mengatakan institusi apapun dan di negara manapun tidak ada yang bisa melaksanakan tugasnya sendirian.
Apalagi bila tugasnya itu terkait dengan penanganan masalah keamanan dan pertahanan. Umumnya, ujar Suryo, penanganan masalah keamanan dan pertahanan dilakukan oleh unit gabungan yang terintegrasi dalam satu komando.
"Oleh sebab itu mereka umumnya membangun sistem dan unit yang memiliki interoperabilitas dalam pengoperasiannya," ucapnya.
Mengenai alasan Kapolri bahwa pemberian kemampuan Raider itu ditujukan agar Brimob bisa bertahan ketika memburu teroris di hutan, mantan Pangdam Jaya/Jayakarta ini mengatakan, tentunya Polri harus sudah berani mendeskripsikan kemampuan dan batas kemampuannya.
Sehingga manakala ada tugas kepolisian yang dinilai di luar batas kemampuannya (beyond its capacity), Polri bisa dan memiliki sistem atau prosedur untuk meminta bantuan kepada instansi terkait.
Selain itu, kata Suryo, hal yang perlu diingat adalah, pemberian bantuan TNI kepada Polri bukan cuma untuk 'tambah jumlah' orang saja.
"Tetapi bisa dalam bentuk 'mengisi celah' yang di luar kemampuan Polri," ujar mantan Pangdam Bukit Barisan ini.
Karena itu, menurut peraih Adhi Makayasa dan Tri Sakti Wiratama 1976 ini, mungkin ada baiknya bila DPR dan aktor keamanan yang lain, mau dan mampu mendesain UU Keamanan Nasional yang integratif tanpa ada yang merasa piring nasinya tumpah.