Laporan Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M Yusuf kecewa dengan langkah masyarakat yang menggugat UU No 8/2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ke MK.
Sebab, kata Yusuf, langkah itu dapat melemahkan aparat penegak hukum.
"Tentu kami kecewa dengan adanya permohonan ini," kata Yusuf dikonfirmasi wartawan, Selasa (6/10/2015).
UU TPPU ini sebelumnya digugat oleh mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, RJ Soehandoyo.
Dia menyoalkan Pasal 69 yang mengatur pengusutan pencucian uang tanpa perlu dibuktikan dahulu tindak pidana asalnya.
Ditegaskan Yusuf, uji materi terhadap UU TPPU ini justru dapat melemahkan semangat aparat penegak hukum dalam menegakan pemberantasan pencucian uang. khususnya dalam mengejar dan membekukan aset-aset milik pelaku pencucian uang.
Mengenai materi, Yusuf juga menilai, Soehandoyo tidak memiliki kedudukan hukum dalam uji materi tersebut. Karena tidak ada kerugian kepada Soehandoyo akibat berlakunya Pasal 69 UU TPPU tersebut.
"Legal standing pemohon tidak jelas, karena pemohon tidak mengalami kerugian. Tidak jelas letak kerugiannya di mana. Kami beranggapan ini hanya perbedaan pendapat, bukan konstitusional complain," kata Yusuf.
Menurut Yusuf, jika seorang tersangka tidak menerima sangkaan dari penyidik, terutama dalam penyangkaan pencucian uang, maka hal itu sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Bukan lantas dihilangkan Pasal TPPU-nya.
"Dalam KUHAP diatur bahwa pemohon diberikan hak sanggahan, karena KUHAP sendiri juga telah membentuk lembaga praperadilan sebagai hak tersangka untuk membantah apa yang dilakukan penyidik," kata Yusuf.