"Lebih baik, jika setiap ada perbedaan diselesaikan di rapat-rapat kabinet. Jangan dipublikasikan ke media," tuturnya.
Saat ditanyakan sinyalemen terkait tendensi atau upaya politis di balik wacana reshuffle jilid II tersebut, Syarif tak banyak mengetahui motifnya. Baginya, yang jelas posisi Partai NasDem tidak bersifat pragmatis dalam mendukung pemerintah Jokowi-JK.
"Dari awal kita (Partai NasDem) tidak berpikir pragmatis untuk mengharapkan posisi tertentu dalam pemerintahan ini, karena tidak menggunakan komitmen yang mementingkan kelompok tetapi lebih kepada komitmen untuk kepentingan bangsa," tuturnya.
Jikapun nanti ada reshuffle, Syarif meminta agar wacana reshuffle itu tak terlalu digembar-gemborkan ke publik, hingga menimbulkan polemik di tengah masyarakat.
"Karena menteri itu adalah pembantunya (presiden), jadi seharusnya tidak perlu ada jilid I atau II seterusnya. Jadi kalau menurut presiden pembantunya kurang layak, silakan saja diganti. Maka Reshuffle tidak perlu diagendakan dan partai politik juga jangan berebutan meminta posisi menteri," katanya.
Menanggapi spekulasi terkait bergabungnya Partai Amanat Nasional (PAN) di pemerintahan yang akan mendapat posisi menteri, Syarif memandang apa pun latar belakangnya, reshuffle harus dilakukan guna menunjang kinerja pemerintahan.
Dalam hal ini, Partai NasDem tak pernah mempersoalkan siapa pun yang dapat atau kehilangan kursi menteri. Namun, sekali lagi Syarif mengingatkan agar partai politik tidak mengintervensi hak prerogratif presiden.
"Janganlah partai politik juga ikut-ikutan ngoyo, minta-minta jatah menteri. Saya pikir Pak Presiden lebih paham, siapa yang akan dia posisikan sebagai menterinya," tandasnya.
Partai NasDem, terang Syarif, sejak awal mendukung pencalonan Jokowi-JK dan hingga saat ini tak pernah berseberangan dengan pemerintahan, terutama dalam memilih pembantu-pembantunya.
Sebagai contoh, Syarif menjelaskan saat reshuffle jilid I Agustus lalu, di mana salah satu kader Partai NasDem, Tedjo Edhy Purdijatno direshuffle dari kursi Menko Polhukam, Partai NasDem sama sekali tak mempermasalahkan keputusan itu. NasDem percaya bahwa presiden melakukan itu demi kepentingan kinerja pemerintahan.
Syarif mengingatkan bahwa sejak awal, hubungan yang dibangun antara pemerintah Jokowi - JK dan Partai NasDem adalah komitmen bersama untuk membangun bangsa.
"Koalisi yang dibangun antara partai NasDem dengan pemerintah Jokowi - JK adalah koalisi tanpa syarat," katanya.