TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung setelah menerima Surat Kuasa Khusus dari Presiden Joko Widodo, untuk memulainya eksekusi aset Yayasan Supersemar, saat ini tengah menelusuri keberadaan aset lembaga pemberi beasiswa tersebut.
Upaya penelusuran aset yayasan yang diputuskan Mahkamah Agung telah menyelewengkan uang negara, disebut Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara(Jamdatun), Noor Rachman, melibatkan Pusat Pemulihan Aset dan Intelejen Kejaksaan.
"Kami nanti minta bantuan intel dan PPA untuk inventarisir aset yang masuk kriteria yang dapat dieksekusi itu apa saja," kata Jamdatun di Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat (23/10/2015).
Penelusuran oleh Kejaksaan, disebut Noor Rachman, guna mencari tempat berkumpulnya aset yayasan tersebut.
"Kalau terkumpul nanti dinilai dengan putusan pengadilan yang bernilai sekian triliyun itu," kata Noor Rachman.
Jamdatun menjelaskan sejauh penelusuran yang tengah berlangsung, pihaknya melihat aset yayasan itu kebanyakan berupa tanah.
"Memang yang paling banyak tanah kalau dilihat," katanya.
Aset-aset yang nanti selesai diinventaris, nantinya, diserahkan Kejaksaan untuk dilakukan tindakan eksekusi.
Perkara kasus Yayasan Supersemar bermula ketika pemerintah pada tahun 2007, menggugat Soeharto dan yayasan tersebut terkait dugaan penyelewengan dana beasiswa yang disalurkan.
Kejaksaan Agung pada gugatannya menyebutkan dana beasiswa yayasan itu yang seharusnya disalurkan ke penerima beasiswa tapi pada praktiknya disalurkan ke beberapa perusahaan seperti Bank Duta, Sempati Air, dan PT Kiani Lestari.
Pada Selasa (11/8/2015) Mahkamah Agung mengabulkan gugatan Kejaksaan Agung dalam perkara ini dan mengharuskan ahli waris Soeharto 315 juta dollar Amerika Serikat dan Rp 139,2 miliar atau total Rp 4,3 triliun.