Yang pasti, komplain dan keluhan dari para pelanggan logistik akibat keterlambatan pengiriman barang, pasti terjadi.
Seperti diketahui, akibat kabut asap yang terlalu tebal mengakibatkan otoritas bandara memberlakukan buka-tutup sewaktu-waktu tergantung kondisi asap.
Meski tidak merinci, total pengangkutan logistik menggunakan jasa pesawat terbang ke wilayah Sumatera dan Kalimantan sekitar 20% dari total pengangkutan.
Sisanya menggunakan kapal laut atau jalur darat.
Beberapa barang yang dikirim ke Sumatera dan Kalimantan antara lain produk garmen dan tekstil.
Mayland Hendar Prasetyo, Head of Marketing Communications Division JNE mengatakan, bencana asap ini mengakibatkan terganggunya proses pengiriman ke beberapa kota seperti Pekanbaru, Jambi, Medan, Pontianak dan Palangkaraya mengalami keterlambatan.
Akibatnya, JNE pun untuk sementara tidak menjual pengiriman dengan menggunakan layanan premium, seperti YES (Yakin Esok Sampai) dan SS (Super Speed).
"Soal nilai kerugian sampai saat ini belum dapat kami publikasikan," kata Mayland.
Untuk antisipasi pengiriman ke wilayah yang terganggu asap tersebut, JNE melakukan pengiriman ke kota atau bandara terdekat yang kondisinya lebih baik.
Kemudian paket dikirimkan ke kota tujuan melalui jalur darat.
Lain halnya dengan hitungan kantor perwakilan Bank Indonesia (BI) di Riau.
Menurut otoritas moneter daerah itu, tujuh sektor ekonomi mengalami kerugian yang besar akibat kabut asap ini akibat penurunan omzet penjualan.
Perkiraan BI Riau, penurunan omzet penjualan rata-rata sebesar 24,95 persen dari sebelumnya.
Penurunan omzet tersebut diantaranya terjadi pada sektor transportasi, perdagangan, akomodasi, dan sektor makanan dan minuman.