News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Nama Presiden dan Wapres Dicatut

Dimyati dan Kahar Muzakir Dinilai Tak Layak di MKD

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Kahar Muzakir saat mendengar keterangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said dalam sidang terbuka Mahkamah Kehormatan Dewan di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (2/12/2015).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Masuknya Achmad Dimyati Natakusumah sebagai anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dan Kahar Muzakir dari Partai Golkar terus mendapat sorotan.

Dimyati dan Kahar yang pernah terjerat kasus dugaan korupsi dalam kasus berbeda dinilai tidak layak duduk sebagai anggota MKD yang bertugas mengusut dugaan pelanggaran kode etik Ketua DPR Setya Novanto.

Peneliti senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formapi) Lucius Carus mengatakan, anggota DPR yang menjadi anggota MKD harus bebas dari persoalan hukum, etika maupun asusila baik di masa lalu mapun saat ini. Sebab, jika anggota MKD pernah tersandung kasus hukum maka akan tersandera dalam memutuskan dugaan pelanggaran kode etik.

“Anggota MKD idealnya tidak boleh terjerat kasus hukum maupun kasus etika agar tidak tersandera dalam menjalankan tugas,” kata Lucius kepada wartawan, Jumat (11/12/2015).

Secara khusus, pihaknya kecewa dengan masuknya anggota baru di MKD. Sebab, sejak adanya pergantian komposisi anggota MKD diduga kuat terjadi pembelokan arah persidangan. “Persidangan Setya Novanto yang dibuat tertutup menunjukkan adanya indikasi pembelokan. Itu terjadi sejak masuknya anggota-anggota baru, termasuk dari Golkar dan PPP,” bebernya.

Seperti diketahui, Dimyati Natakusumah yang juga Sekjen PPP kubu Djan Faridz pernah terlibat kasus dugaan korupsi APBD Pandeglang tahun 2006. Dimyati didakwa melakukan suap kepada anggota DPRD Pandeglang untuk memuluskan pinjaman dari Bank Jabar Banten, meskipun oleh Pengadilan dinyatakan bebas. Namun penggunaan dana pinjaman Rp200 miliar diduga terjadi penyalahgunaan. Sampai saat ini, kasus dugaan korupsi penggunaan dana tersebut masih ditangani Kejaksaan Agung.

Terbaru, Dimyati kembali menjadi sorotan pasca keluarnya putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) terkait kasus kepemilikan Pantai Karangsari, Pandeglang. Dalam putusan MA dinyatakan bahwa objek wisata tersebut milik warga bukan milik Pemkab Pandeglang. Sementara tahun 2002 terdapat kucuran Rp5 miliar yang ditanggung renteng APBD Banten (Rp3,5 miliar) bersama APBD Pandeglang (Rp1,5 miliar) untuk pembebasan lahan Karangsari.

Penggunaan dana Rp 5 miliar tersebut untuk membeli lahan Karangsari patut diduga terindikasi terjadi tindak pidana korupsi. Sebab, lahan tersebut ternyata tidak dimiliki oleh Pemkab Pandeglang maupun Pemprov Banten sebagaimana lazimnya jual beli. Dalam kesempatan terpisah, Dimyati menyatakan tidak terlibat dalam kasus tersebut.

Sementara itu, Kahar Muzakir disebut-sebut terlibat dalam kasus dugaan suap PON XVII dengan tersangka Rusli Zaenal. Bahkan, Kahar juga pernah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kapasitas sebagai anggota Komisi X DPR.

Kahar melalui stafnya disebut-sebut menerima uang USD1.050.000 (Rp 9 miliar). Pemberian uang suap tersebut diduga kuat untuk meloloskan bantuan APBN untuk PON XVII Riau sebesar Rp290 miliar. Kahar dalam berbagai kesempatan membantah isu tersebut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini