"Ada Petisi, ada juga aksi demo di BPOM, di kantor Kementerian Kesehatan. Kita juga masuk ke Dokter-dokter peneliti hati," kenangnya.
Tapi apa yang diperoleh? Penentangan dan kecaman besar jadi jawaban atas tuntutan mereka.
'Kalian itu pasien. Kalian tahu apa, bahwa ini butuh riset yang panjang dan segala macam.'Demikian sambutan yang didapati saat itu.
Ayu dan teman-temannya tidak menelan bulat-bulat yang diperoleh mereka itu.
Korespondensi dengan sesama penderita Hepatitis C di India pun terjalin mengenai penelitian obat generik yang berhasil dilakukan.
"Yang mengejutkan itu, ternyata dukungan dari Petisi kami itu banyak. Memang jumlah yang menandatangani Petisi tidak banyak tidak sebanyak "papa minta saham".
Tapi, yang mengharukan itu adalah yang menandatangani Petisi itu bukan hanya mereka yang mengidap Hepatistis C.
"Yang tandatangani itu kalau saya, itu kakek saya, papa saya, tante saya, sepupu saya. Jadi mereka memang saling mencari pertolongan untuk pengobatan anggota keluarganya," kisahnya mengharukan dirinya.
Korespondensi dan ikatan batin dirinya dan penandatangan Petisi terjalin. Kebanyakan meminta dikenalkan dengan teman-teman Ayu yang ada di India. Tak lain agar bisa langsung memperoleh obat tersebut.
"Sudah ada 25 orang yang kita koneksikan dengan teman-teman kita di India untuk beli langsung obatnya," jelasnya.
Perjuangan Ayu dan pengidap Hepatitis C sedikit mendapatkan titik terang yang membahagiakan. Yakni, melalui skema khusus, Kementerian Kesehatan menugaskan Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) mendatangkan obat khusus itu dari India.
"Kemarin kita mendapat kabar, melalui skema khusus dari Kementerian Kesehatan akhirnya RSCM berinisiatif untuk mendatangkan obat itu. Karena melihat kami berisik, mendatangkan obat terus kita ngobatin orang," demikian kelegaan Ayu saat mengisahkan perjuangannya.
Tak seratus persen percaya. Ayu dan teman-temannya melakukan investigasi kebenaran kabar gembira yang diperoleh ke RSCM.
"Kita telepon. Ternyata mereka pakai spesial akses melalui Kementerian Kesehatan. Skema itu Kementerian Kesehatan akan membelikan obat itu dan dibayarkan oleh pasien di RSCM," jelasnya.
Memang harganya jauh lebih mahal dibandingkan membeli langsung dari India.
"Obat itu sekarang sudah ada di Indonesia. Jadi obat yang capek-capek kita beli di India waktu itu biar bisa merasakan sembuh dari Hepatitis, obatnya sekarang sudah ada di Indonesia.
"Harga obatnya lebih mahal dari yang kita beli langsung. Obat yang dijual di RSCM itu Rp 3.675.000 per 28 hari. Kalau kita beli itu langsung Rp 2 jutaan," tambahnya.
Tapi, Ayu dan teman-teman tidak langsung berpuas diri atas kabar gembira itu. Ayu masih ingin tetap berjuang untuk mendorong agar obat itu masuk dalam sudah bisa diakses dengan ditanggung oleh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"Supaya bisa gratis dibayar pakai BPJS," janjinya.
Kabar gembira lainnya yang diperoleh Ayu, Senin (212/12/2015) adalah per tanggal 28 Juli, pada peringatan Hari Hepatitis C Sedunia tahun ini, Kementerian Kesehatan akan menerbitkan Peraturan Kemenkes tentang obat Hepatitis C itu masuk dalam daftar obat yang ditanggung BPJS Kesehatan.
"Jadi sedang digini-ginikan saja," ujar Ayu sembari mengoyang-goyangkan kakinya seakan ingin menunjukkan perlu dorongan agar dapat segera terealisasi obat generik bagi Hepatitis C yang didatangkan dari India itu bisa gratis.