Laporan Wartawan tribunnews.com, Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Konstitusi, Suhartoyo memberikan saran agar legalitas penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak lagi dipermasalahkan seorang tersangka dengan praperadilan.
Menurut Suhartoyo supaya tandatangan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dilakukan penyidik KPK yang masih berstatus Polri.
"Soal penyidik independen, supaya Pasal 45 Undang-Undang KPK dimasukan saja, bagaimana pasal 6 dan 7 KUHAP dikawinkan dengan Pasal 46, agar penyidik yang bertanda tangan di BAP hanya penyidik koordinator yang masih berstatus Polri," kata Suhartoyo ketika bertemu lima pimpinan KPK di Gedung MK, Jakarta, Rabu (6/1/2016).
Dengan penyidik koordinator dari Polri, terang Suhartoyo, legalitas penyidik dalam BAP akan semakin kuat, walau penyidik independen yang diangkat KPK ikut memeriksa kasus tersebut.
Celah yang dipakai tersangka untuk memenangkan praperadilan juga terminimalisir.
"Ini sebuah masukan, jadi dalam action sehari-hari, penyidik punya legal standing," kata Suhartoyo.
Persoalan mengenai legalitas penyidik KPK seringkali menjadi salah satu alasan tersangka dalam menggugat penetapan tersangka melalui sidang praperadilan.
Salah satu contoh, mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo, yang menjadi tersangka terkait penerimaan seluruh permohonan keberatan wajib pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil Pajak Penghasilan (SKPN PPh) BCA, pernah mempermasalahkan legalitas dua penyidik KPK yang melakukan penggeledahan dan penyitaan.
Dalam permohonan praperadilan yang dibacakan, Hadi mengatakan bahwa dua penyidik KPK atas nama Ambarita A Damanik dan Yudi Kristiana, tidak lagi berwenang untuk melakukan penyidikan, apalagi penggeledahan dan penyitaan barang bukti.
Hadi mengatakan, salah satu penyidik, yaitu Ambarita, diketahui bukan lagi sebagai anggota Polri.
Padahal, sesuai ketentuan dalam Pasal 6 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, penyidik KPK haruslah pejabat Polri atau PNS tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.