Kedua istri polisi yang ikut mendengarkan cerita tersebut tampak antusias dengan ikut menjelaskan kondisi suaminya pasca-aksi teror.
Menurut Budiono istri dan anaknya lah yang membuatnya bisa bertahan hidup.
Usai tertembak ia hanya mengingat anak dan istri untuk menahan rasa sakit.
Menurutnya tembakan dari pelaku ke tubuhnya rasanya sangat nyeri.
Saking sakitnya saat berada di ambulan yang membawanya dari RS Budi Kemuliaan menuju RSPAD, ia memegang kain berbentuk jaring yang menggantung di mobil. Ia lilit dan pelintir kain tersebut, saking tak kuasa menahan rasa sakit.
"Yang membuat saya kuat adalah anak dan istri. Yang saya ingat adalah mereka," paparnya.
Budiono ingat betul, saat tiba di RSPAD dia dengan cepat ditangani, baju yang menempel di badanya dilepas dengan cara digunting, karena ia tidak boleh banyak bergerak.
Namun setelah masuk ruang ICU, ia tidak ingat apa yang terjadi sebelum siuman empat hari kemudian.
"Saat bangun saya melihat anak istri saya berada di samping, dan saya bersyukur dapat melihat mereka lagi," katanya.
Sang istri, Rina Perdina berkaca-kaca saat suaminya menceritakan hal itu. Duduk disamping suaminya, ia mengatakan semoga kejadian tersebut adalah yang terakhir kalinya.
"Semoga ini yang pertama dan terakhir, meskipun itu merupakan risiko suami saya sebagai seorang polisi," katanya.
Sama seperti Budiono, Dodi pun mengaku hanya ingat keluarga saat menahan rasa sakit tembakan.
Selain itu, selama berada di ambulan dan di rumah sakit ia tak henti-hentinya membacakan istighfar.
"Mereka yang membuat saya kuat," paparnya.