Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sebagai seorang astronom Cecep Nurwendaya bersyukur bisa menjadi saksi sejarah ketiga kalinya Fenomena Gerhana Matahari melintasi langit Indonesia.
Astronom dari Pusat Planetarium dan Observatorium Jakarta itu ingin keindahan itu juga dirasakan dan dimengerti oleh masyarakat.
Untuk itu, pada gerhana matahari total 2016, Cecep berada di Jakarta. Meski dia hanya bisa mengamati gerhana matahari parsial yang melintasi Ibukota Indonesia, tetap membuatnya bersemangat untuk membumikan ilmu astronomi.
Sejumlah rencana telah disusunnya dan tim, jauh-jauh hari agar Gerhana Matahari Total hari ini. Rabu (9/3/2016) tak hanya menyaksikan keindahan saat matahari tertutup bayangan bulan.
Apalagi teknologi yang telah berkembang memungkinkan Cecep mengamati daerah yang terdampak gerhana secara total melalui siaran live streaming.
Meski bukan kali pertama terjadi di Indonesia, Gerhana Matahari tetaplah terasa istimewa karena disambut positif oleh pemerintah dan masyarakat.
Pasalnya pengalamannya melihat dua fenomena gerhana matahari total sebekumnya jauh berbeda entusiasmenya di Indonesia.
Selama hidupnya, Cecep pernah melihat gerhana matahari total yang berlangsung pada 1983 dan 1988.
Ketika fenomena alam itu berlangsung pada 17 Juni 1988, Cecep masih bekerja di Pusat Observatorium Boscha, Lembang, Jawa Barat.
Peristiwa yang berlangsung selama sekitar lima menit itu pada sekitar 11.30 WIB, Cecep mengamatinya di Lapangan Migas Cepu, Jawa Tengah.
"Situasi gerhana saat 1983, seperti waktu hendak magrib. Planet-planet seperti Venus dan Mars terlihat seperti bintang," kenang Cecep saat ditemui di Pusat Planetarium dan Observatorium Jakarta, Selasa (8/3/2016).
Cecep mengingat saat peristiwa tersebut berlangsung, beberapa binatang malam yang tertipu fenomena alam kembali beraktivitas.
"Waktu itu, kelelawar keluar dan jangkrik mulai berbunyi," kenangnya, sembari tersenyum mengingat kenangan itu.