TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Merasa kurang enak badan, Dr Sulistiyo pamit izin kepada rekan-rekannya sesama anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk menjalani terapi di RSAL Mintohardjo, Jakarta, Senin (14/3/2016).
Tak sampai dua jam, anggota DPD yang sebelumnya rapat bersama Sulistiyo kaget bukan kepalang. Mereka mendapat kabar, Sulistiyo meninggal dunia saat menjalani terapi di Herbarik Oksigen di RSAL Mintoharjo, Jakarta Pusat.
Seperti hari-hari biasanya, Senin pagi Sulistiyo terlihat hadir berkantor. Dengan penuh semangat, Sulistiyo yang kini menjadi anggota Komite III DPD RI atau Alat Kelengkapan, mengikuti rapat konsinyering berbagai RUU yang dibahas DPD.
Salah satunya mengenai RUU Ketenagerjaan Luar Negeri. Rapat dimulai sekitar pukul 09.00 WIB.
"Sebelum jeda istirahat atau sekitar pukul 12.00 WIB, Pak Sulistiyo izin. Beliau merasa kurang enak badan. Beliau izin untuk menjalani terapi kesehatan di RSAL Mintohardjo," ujar Kabid Pemberitaan DPD RI Mahyu Darma kepada Tribunnews.com, Senin malam.
Setelah rehat, Komite III DPD RI kembali melanjutkan rapat konsiyering. Namun di sela-sela rapat, para senator ini mendapat kabar bahwa Sulistiyo telah meninggal dunia.
"Kami mendapat kabar sekitar pukul 14.00 WIB. Kaget, pimpinan dan beberapa anggota DPD langsung ke RS Mintohardjo," lanjut Mahyu Darma.
Terapi Oksigen
Kadispen TNI AL Laksma M Zainudin menjelaskan, terapi Herbarik Oksigen di ruang tabung chamber (ozon) Pulau Miangas, Gedung Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT) lama RSAL Mintohardjo.
Terapi dimulai sekitar pukul 11.30 WIB dengan membuat oksigen dari tabung dengan tekanan 2,4 atmosfir. Sekitar pukul 13.00 WIB, tekanan tabung mulai diturunkan menuju 1 atmosfir.
Secara mendadak, sekitar pukul 13.10 WIB terlihat percikan api di dalam chamber.
"Operator dengan cepat membuka system fire, tapi api dalam chamber secara cepat langsung membesar dan tekanan dalam chamber naik dengan cepat sehingga safety valve terbuka dan menimbulkan ledakan," jelas Zainudin.
Dalam beberapa waktu api dapat dipadamkan.
"Namun korban tidak dapat diselamatkan," lanjut Zainuddin.
Sekitar pukul 14.00 WIB, korban dapat dievakuasi dan langsung dibawa ke kamar jenazah RSAL Mintohardjo.
Sementara Petugas dan penunggu yang berada di Kamar Udara Bertekanan Tinggi (KUBT) langsung dievakuasi ke UGD RSAL Mintohardjo guna mendapat perawatan intensif akibat asap.
Korban tewas berjumlah empat orang. Yakni Irjen Pol (Purn) Abubakar Nataprawira (65 th) yang dulunya pernah menjabat Kadiv Humas Polri, kemudian besannya bernama Edi Suwandi (67), lalu anak Edi Suwandi yang berprofesi sebagai dokter, Dimas (28) serta Sulistiyo (54).
Menurut Mahyu Darma, jenazah Sulistiyo yang kini menjabat Ketua Umum PGRI dibawa ke RS Polri untuk menjalani autopsi sekitar pukul 16.00 WIB.
"Tadi pimpinan DPD dan beberapa anggota langsung berangkat ke RS Mintohardjo. Ada Pak Oesman Sapta Oedang, ada Ibu Fahira, Pak Sekjen.
Menteri Pendidikan, Anies Baswedan kemarin langsung menengok jenazah Sulistiyo yang selama ini juga menjabat Ketua Umum PGRI.
Menurut Anies, Sulistiyo tak menderita sakit. Dia menjalani treatment Hiperbarik Oksigen (HBO) untuk meningkatkan kebugaran.
"Mereka korban tak ada sakit. Hanya menjalani terapi dalam artian bukan mengobati sakit, tetapi untuk meningkatkan kebugaran dan lain-lain," tutur Anies ditemui di RSAL Mintoharjo.
Anies pun merasa kehilangan atas meninggalnya Sulistyo.
Menurut Anies, dipengujung masa hidupnya, Sulistyo sempat menyampaikan pesan kepada Anies. Ia berharap supaya dunia pendidikan Indonesia dapat lebih baik di kemudian hari.
"Beliau mengatakan pesan terakhirnya titip Indonesia bisa lebih baik," tutur Anies.
Abubabar dan Besan
Suasana duka menyelimuti rumah Irjen Purn Abubakar Nataprawira, Senin petang. Tenda dan kursi dipasang untuk para peziarah yang datang.
Kakak kandung Abubakar yakni Cecep Jumara Nataprawira mengaku syok mendengar kabar adiknya meninggal dunia saat menjalani terapi.
Yang membuat keluarga tersebut lebih syok, lantaran dua korban tewas lainnya yakni Edi Suwandi adalah besan dari Abubakar. Sedangkan dr Dimas, adalah putra kandung Edi Suwandi.
"Jadi Edi Suwandi adalah besan Pak Abubakar. Sementara Dr Dimas adalah anak kandung Edi Suwandi. Dua-duanya memang warga di Pondok Jingga, Bekasi, Jawa Barat," ucap Cecep.
Dari informasi yang diperoleh Cecep, kondisi empat jenazah di ruang Tabung Chamber (Ozon) itu dalam kondisi luka bakar yang cukup parah.
"Sulit dikenali. Katanya antara bapak (Abu bakar) dan besannya, sudah sulit untuk dikenali," ujar Cecep.
Percikan Api
Kepala Dinas Kesehatan Angkatan Laut (Kadiskes AL) Laksamana Pertama Lukman Djauw memastikan fasilitas terapi hiperbarik oksigen yang terbakar, sebelumnya berfungsi normal.
Sistem pengaliran oksigennya hingga sprinkle air pencegah kebakaran bekerja dengan baik. Namun, ada percikan api yang disusul kepulan asap ketika terapi berlangsung.
Kepulan asap karena api dalam tabung tersebut, membuat empat orang di dalamnya tewas.
"Mungkin apinya lebih cepat dibandingkan dengan semprotan air," kata Laksma Lukman Djauw.
Lukman menyebutkan, selama terapi guna meningkatkan kebugaran tersebut berlangsung, operator juga terus berjaga.
Dia juga menyatakan, saat insiden terjadi operator sempat lepaskan aliran udara untuk menurunkan tekanan udara dari dua atmosfer menjadi tekanan normal, satu atmosfer.
"Kalau tekanan udara di dalam sudah sama seperti di luar, satu ATM, baru pintu (tabung) bisa dibuka," katanya. (tribunnews/yls/val/gle/rio)