TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pusing tujuh keliling, mungkin itu yang kini dirasakan para pejabat dan petinggi di internal partai Golkar khususnya mereka para panitia Munaslub.
Mereka kini harus berpikir keras mencari sumber pendanaan untuk menyelenggarakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).
Awalnya, partai berlambang pohon beringin tersebut sudah mewacanakan untuk menerapkan sumbangan Rp 1 miliar bagi mereka kandidat ketua umum partai Golkar.
Namun, belum terlaksana, hal tersebut sudah dilarang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Iuran Rp 1 miliar tersebut dianggap KPK bisa menjadi bagian gratifikasi.
"Untuk iuran Rp 1 miliar, jelas KPK melarang karena itu adalah politik uang," kata Plh Kabiro Humas, Yuyuk Andriati.
Pimpinan KPK juga menyarankan agar para calon ketua umum mengutamakan konsep untuk memperbaiki kondisi partai dalam proses pemilihan di Munaslub tersebut.
Sementara, dana yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan munaslub mencapai Rp 70 miliar.
"Biarkanlah panitia penyelenggara dan DPP yang memikirkan soal itu. Kami hanya menegakkan aturan-aturan saja," kata Wakil Ketua Komite Etik Munaslub Partai Golkar, Lawrence Siburian saat dikonfirmasi Tribunnews.
Dana sebanyak Rp 70 miliar sedianya akan digunakan untuk biaya sewa tempat acara, transportasi, penginapan ribuan peserta di hotel dan lain-lain.
Semula panitia penyelenggara mewajibkan para calon ketua umum yang akan bertarung dalam pemilihan di munaslub harus menyetor iuran atau 'urunan' untuk meringankan biaya munaslub.
Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar direncanakan digelar di Gedung NDCC, Nusa Dua, Bali pada 23 hingga 26 Mei 2016.
Acara munaslub dengan agenda utama pemilihan Ketua Umum Partai Golkar itu yang akan dihadiri lebih lima ribu peserta dan sejumlah tamu undangan khusus seperti Presiden Joko Widodo.
Wacana semula dipungut iuran sebesar Rp 20 miliar hingga akhirnya menjadi Rp 1 miliar untuk kandidat ketua umum yang bertarung.
Iuran dari calon ketua umum juga bertujuan untuk menghapus kebiasan politik uang atau politik transaksional, baik berupa 'uang saku' maupun bentuk lain ke peserta atau pemegang hak suara dalam setiap pemilihan ketua umum di munas.