TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pertarungan memperebutkan kursi ketua umum Partai Golkar dinilai sudah tidak sehat, karena ditengarai adanya campur tangan kekuasaan.
Akbar Tandjung, Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, mengaku sedih melihat perkembangan dalam arena Munaslub Partai Golkar.
“Saya mendengar ada campur tangan pemerintah dalam menentukan siapa yang akan menjadi ketua umum Partai Golkar. Hal ini membuat saya sedih. Partai Golkar yang hampir hancur ketika tumbangnya rezim orde baru dan mampu bertahan, kini kondisinya seperti ini,” ujar Akbar Tandjung, disela-sela penyelenggaraan Munaslub di Nusa Dua, Bali, Senin (16/5/2016).
Akbar mengatakan, campur tangan seperti ini seharusnya tidak usah terjadi karena para pemilih suara memilih secara fair dengan melihat visi misi, rekam jejak, PDLT, latar belakang profesi dan sebagainya.
Ditanyakan apa kepentingan kekuasaan sehingga berupaya meletakkan orang-orang yang didukung sebagai ketua umum, Akbar menjelaskan bahwa penguasa tentunya punya kepentingan karena bagaimanapun Golkar adalah partai besar yang kaya pengalaman politik.
Mantan Mensesneg di era Orde Baru itu pun menyinggung bahwa ketua umum yang memiliki jabatan public belum tentu bisa ikut mendorong naiknya suara Partai Golkar.
Bahkan dari pengalaman ketika zaman Partai Golkar dipimpin oleh JK yang saat itu wakil presiden, suara Partai Golkar justru menurun secara signifikan.
“Saat saya memimpin Partai Golkar, kami digempur dan diminta untuk dibubarkan. Namun terbukti suara kami naik dalam pemilu dan menjadi pemenang kedua. Namun ketika JK jadi ketua umum, suara Partai Golkar justru merosot meski JK saat itu adalah seorang wakil presiden,” ujarnya.
Mantan Ketua DPR RI dan Mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung bertekad untuk terus melakukan apapun yang harus dilakukan untuk menjaga Partai Golkar.
”Saya sedih Partai Golkar kini dibawa-bawa untuk kepentingan pribadi. Saya bertekad untuk terus melakukan apapun yang bisa saya lakukan demi Partai Golkar,” ujar Akbar Tandjung.