TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Terdakwa kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) M Nazaruddin, enggan menanggapi soal tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) soal aset miliknya senilai Rp 600 miliar yang disita negara.
Mantan Bendaraha Umum Partai Demokrat ini pasrah, jika majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mengeksekusinya menjadi putusan.
"Kita mati enggak bawa apa-apa kok," kata Nazaruddin kepada wartawan usai sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (9/6/2016) kemarin.
Sidang pembacaan vonis suami Neneng Sri Wahyuni ini harus ditunda lantaran majelis hakim belum mencapai musyarawah.
Ketua majelis hakim Ibnu Basuki Widodo menyatakan majelis belum siap menjatuhkan putusan.
Lebih lanjut, Nazaruddin mengaku tidak menerima jika harta yang didapatnya secara halal dirampas negara.
Menurutnya KPK sudah memiliki data tentang harta-harta miliknya yang sah dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) tahun 2009.
"Kan seluruh harta saya sudah ada dalam LHKPN. Di situ sudah tercatat. Itulah mengapa pejabat negara harus mengisi LHKPN," kata Nazaruddin.
Seperti diketahui, selain dituntut hukuman pidana penjara tujuh tahun, mantan anggota DPR itu turut dituntut agar harta kekayaan sekira Rp600 miliar dirampas untuk negara.
Namun dia menolak jika semuanya dirampas untuk negara. Pasalnya, tak semua hartanya hasil dari korupsi.
Terdakwa dugaan korupsi pembangunan Wisma Atlet SEA Games 2011 dan tindak pidana pencucian uang itu sendiri telah menyandang status Justice Collaborator (JC) dari KPK.
Ada peluang, Nazaruddin mendapat vonis lebih ringan dari tuntutan.
Nazar -sapaan akrab Nazaruddin- dinilai terbukti menerima hadiah dari pembangunan Wisma Atlet SEA Games Jakabaring, Palembang dan Gedung Serbaguna Pemprov Sumatera Selatan dan telah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Nazar dituntut pidana sebagaimana diatur Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Nazaruddin juga dinilai melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dia juga melanggar Pasal 3 ayat (1) huruf a, c dan e Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU No 25 Tahun 2003 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sebelumnya Nazar sudah dihukum tujuh tahun dan denda Rp300 juta dalam perkara suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games 2011.