TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya, Didik Farkhan, mengakui ada ancaman gesekan massa jika sidang perkara dugaan korupsi dana hibah dan bantuan sosial tahun 2012 dengan tersangka La Nyalla Mattalitti berlangsung di Surabaya.
Hal ini berdasarkan analisa intelijen.
Terlebih, Surabaya hendak menyelenggarakan acara berskala internasional yaitu Prepcom 3 UN Habitat III yang dihadiri perwakilan dari 160 negara.
"(Di) Surabaya ada namanya UN Habitat itu ada 160 negara datang. Surat kami sudah sampaikan ke Ketua MA. Ini momen internasional, takutnya dari hasil analisa intelijen akan ada gesekan," kata Didik di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (25/7/2016).
Padahal, Prepcom 3 UN Habitat III hanya berlangsung di Surabaya hingga 27 Juli mendatang.
Sedangkan berkas perkara La Nyalla baru direncanakan masuk ke pengadilan, setelah penyusunan penuntutan selasai, pada pekan depan.
Sebelumnya, berdasarkan surat nomor 113/MA/SK/VII/2016 yang ditandatangani Ketua MA Hatta Ali, Ketua (non-aktif) PSSI itu akan menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Juru bicara MA, Suhadi menyebutkan surat persetujuan pemindahan lokasi sidang La Nyalla telah disetujui Hatta Ali pada Rabu (13/7/2016).
Permohonan pindahnya lokasi sidang La Nyalla telah diajukan Kejaksaan Negeri Surabaya, Komisi Pemberantasan Korupsi, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).
Beberapa pihak tersebut khawatir akan terjadi bentrok massa bila La Nyalla tetap disidangkan di Surabaya.
Hal tersebut, jelasnya telah diatur pada Pasal 85 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) yang intinya persidangan dapat berjalan di luar tempat terjadinya perkara jika ada beberapa alasan. Satu di antaranya adalah faktor keamanan.
"Sudah memenuhi ketentuan pada Pasal 85 (KUHAP). Makanya disetujui Ketua MA," kata Suhadi saat dihubungi, Rabu (13/7/2016).
Kasus ini bermula setelah Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menetapkan tersangka La Nyalla dalam dugaan penyelewengan dana bansos dan hibah 2012 pada 16 Maret 2016. Dana yang ditujukan kepada Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur, dituding Kejaksaan, malah dipakai untuk membeli saham Bank Jatim.
Keterlibatan La Nyalla dalam kasus ini merupakan hasil pengembangan. Sebenarnya pada kasus ini telah ada dua orang yang dihukum melalui putusan tetap pengadilan. Mereka adalah Nelson Sembiring dan Diar Nasution.
La Nyalla kemudian sempat melarikan diri ke Singapura lebih dari tiga bulan untuk menghindari proses hukum di Indonesia.