TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) menilai laporan BNN, TNI dan Polri kepada aktivis KontraS Haris Azhar atas postingan soal pengakuan gembong narkoba Freddy Budiman tidak jelas dasar hukum dan pijakan undang-undangnya.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menegaskan laporan itu hanya sebuah sikap reaktif yang mengingkari kenyataan.
"Laporan ini lebih mengedepankan sikap arogansi yang anti perubahan atau revolusi mental," ujar Neta kepada Tribunnews.com, Kamis (4/8/2016).
Seharusnya, menurut Neta, aparatur hukum mau membuka mata lebar-lebar kenapa narkoba makin marak di tanah air.
Kenapa indonesia menjadi darurat narkoba?
"Bukankah semua ini akibat lemahnya aparatur negara dan banyaknya aparatur yang berulah, gampang dibeli dan bersekutu dengan bandar narkoba," ucapnya.
Dia mengambil contoh kenapa narkoba bisa beredar bebas di lapas.
"Apakah hal itu mungkin terjadi tanpa ulah aparatur yang gampang dibeli," jelasnya.
Seharusnya, kata dia, dengan adanya pernyataan Haris Azhar membuat aparatur hukum introspeksi dan berbenah diri.
Untuk kemudian melakukan investigasi untuk membongkar apa yang diungkapkan Freddy melalui Haris.
Titik awal yang harus dibongkar Polri, BNN dan TNI adalah mengusut oknum BNN yang masuk ke Nusakambangan dan meminta pihak Lapas Nusakambangan melepas kamera CCTV yang mengarah ke sel Freddy Budiman.
Lewat oknum ini bisa menjadi pintu masuk untuk mengungkap pengakuan Freddy.
"Tapi lucunya oknum BNN itu tidak diperiksa. Malah yang mau diperiksa adalah Haris," ujarnya.
"Ironisnya negeri ini. Hal ini tentunya bisa membuat semangat revolusi mental untuk membenahi aparatur akan gagal total. Sebab orang-orang yang berani bicara akan ketakutan dikriminalisasi polri sehingga oknum-oknum polri akan semau gue," jelasnya.