Demi meningkatkan pelayanan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri, Menteri Ketenagakerjaan RI (Menaker) ingin peran atase ketenagakerjaan yang ada di negara-negara penempatan lebih ditingkatkan.
Saat ini, atase ketenagakerjaan berperan sebagai staf teknis Kedutaan Besar Republik Indonesia. Kapasitas atase ketenagakerjaan harus ditingkatkan, agar pelayanan dan perlindungan TKI di luar negeri bisa berjalan lebih maksimal.
Selain kapasitas, Menaker juga berharap atase ketenagakerjaan yang ditugaskan di negara yang banyak menjadi tujuan penempatan TKI agar ditingkatkan pula jumlahnya.
“Kita terus mendorong agar atase ketenagakerjaan yang ada di negara yang ditempati dengan jumlah besar ini terus ditingkatkan,” kata Menaker saat menerima Audiensi Jaringan Buruh Migran di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan RI (Kemnaker), Jakarta, Selasa (27/9/2016).
Saat ini, ada 13 atase ketenagakerjaan di 12 negara penempatan TKI. Dari 13 atase ketenagakerjaan tersebut hanya 4 atase ketenagakerjaan saja yang memiliki status diplomat, sedangkan sisanya hanya berstatus staf teknis kedutaan besar Republik Indonesia.
Keempat negara tersebut adalah Malaysia, Riyadh (Arab Saudi), Kuwait, dan Uni Emirat Arab. Sedangkan 9 atase ketenagakerjaan lainnya ada di Jeddah (Arab Saudi), Qatar, Yordania, Singapura, Brunei Darussalam, Suriah, Hongkong, dan Republik Korea (Korea Selatan). Serta seorang Kepala Bidang Ketenagakerjaan yang ada di Kamar Dagang Ekonomi dan Industri (KDEI) Taiwan.
Menaker juga menilai, perlindungan terhadap TKI juga ditingkatkan melalui pendidikan dan akses informasi yang memadai, akurat, serta dapat terpercaya.
TKI yang didominasi oleh masyarakat pedesaan umumnya kurang memiliki pengetahuan dan akurasi informasi yang diterimanya. Sehingga, penipuan penempatan TKI di luar negeri kerap muncul dengan berbagai modus.
“Itu bagian dari perlindungan diri dari masyarakat yang bersangkutan,” terang Menaker.
Selain itu, adanya pendidikan yang cukup bagi masyarakat serta akses informasi yang akurat, akan turut meminimalisir tindak pidana perdagangan orang (human trafficking).
“Pendidikan sangat penting sebagai ruang informasi akan bahaya trafficking,” imbuh Menaker.
Berbagai upaya peningkatan pelayanan dan perlindungan TKI terus dilakukan Kemnaker. Misalnya perbaikan regulasi ataupun peraturan perundang-undangan tentang penempatan TKI, tata kelola penempatan, serta terus berkoordinasi dan menjalin kerja sama dengan negara-negara penempatan.
Kemnaker juga terus menggandeng sejumlah stakeholder seperti Pemerintah Daerah dan LSM untuk meningkatkan palayanan dan perlindungan bagi TKI. Salah satunya adalah Desa Peduli Buruh Migran (DESBUMI) yang diprakarsai oleh Migrant Care.
“Salah satu upayanya adalah DESBUMI. Pemerintah desa itu memiliki kemampuan pengendalian migrasi, itu akan bisa meminimalisir dampak (negatif) dari migrasi yang terjadi,” ungkap Menaker. (*)