“C-130J punya kemampuan multiperan, baik sebagai pesawat angkut militer, pesawat maritime, tanker, medevac, pemadaman api, dan sebagainya,” ujar Johnston.
Dari sisi kapasitas, C-130J dengan mesin baru, propeler baru, dan bahan material baru, mampu mengangkut kargo hingga 20 ton dengan tingkat efisiensi 47% lebih murah dari pengoperasian C-130 sebelumnya.
“Pesawat ini hanya butuh satu pilot, satu kopilot, dan satu load master. Prinsipnya hanya itu karena pesawat telah dilengkapi beragam avionik digital (termasuk HUD) yang menunjang kerja pilot. Pesawat ini tidak membutuhkan lagi navigator dan flight engineer,” papar Johnston.
Ditambahkan, keuntungan lain menggunakan C-130J bagi operator Hercules adalah karena adanya banyak kesinambungan.
"Hanggar, fasilitas, dan alat kerja tidak perlu baru lagi. Demikian juga dengan operator dan teknisi, amat mudah menyesuaikan,” tekan Johsnton yang penerbang C-130 (termasuk C-130J) dengan akumulasi 4.000 jam terbang ini. “Pelatihan di pesawat hanya butuh tiga hari dan satu minggu di simulator. Itu sudah cukup,” jelasnya.
TNI AU saat ini memang baru tahap memulai pengkajian baik untuk pengganti pesawat Hawk 100/200 maupun kebutuhan untuk pesawat angkut berat melengkapi sejumlah armada C-130.
Yang jelas, baik F-16 maupun C-130 keduanya punya sejarah paling panjang penggunaannya di TNI AU. F-16 sendiri telah digunakan sejak 1989 yang artinya telah 27 tahun dioperasikan TNI AU.
Apakah dengan demikian, kedua pesawat akan menjadi kuda hitam dalam kompetisi dan akhirnya dipilih oleh TNI AU sebagai rekomendasi kepada Kementerian Pertahanan? Belum bisa dikatakan demikian secepat itu.
Penulis: Roni Sontani/Angkasa