TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 34 Gubernur se-Indonesia dikumpulkan dalam rapat koordinasi dan diskusi publik di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (24/11/2016).
Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo menyebut bahwa agenda tersebut disusun secara mendadak kepada para gubernur untuk mendapatkan pengarahan secara lengkap dari berbagai kementerian dan lembaga negara.
Namun, dia menolak secara serta merta dikatakan bahwa pertemuan itu berlangsung akibat dari situasi dan kondisi bangsa belakangan ini, ditambah meluasnya isu penggulingan RI 1.
"Tidak, negara tidak genting. Saya kumpulkan para gubernur karena saya merasa mereka wajib menerima pengarahan ini," jelas Tjahjo saat memberikan sambutan.
Menkopolhukam Wiranto, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo,Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Suhardi Alius serta Kapolri Jenderal Tito Karnavian sempat menjadi pembicara dalam acara yang berlangsung hingga sore hari itu.
Setidaknya terdapat satu fokus penting dalam pembicaraan antara lembaga negara dengan para gubernur yang hadir, yaitu, antisipasi mengenai aksi unjuk rasa yang akan diadakan pada 2 Desember 2016 mendatang.
Menteri Tjahjo tidak menampik bahwa pembahasan rencana aksi unjuk rasa itu juga dibahas karena termasuk dalam isu terhangat saat ini.
"Iya karena ini pertemuan antar gubernur, jadi pasti kami bahas," ungkapnya.
Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo menyebut pihak asing akan turut serta dalam aksi 2 Desember mendatang. Bukan tanpa sebab, dirinya menemukan berita yang berisikan fitnah kepada TNI dan berasal dari luar negeri.
"Setelah kami telusuri, server mereka ada di Australia dan New Jersey, Amerika. Ini nyata," tegas Gatot.
Bahkan, lanjutnya, seorang ulama besar sempat menghubungi dia dan telah mencium adanya rencana penggulingan terhadap presiden pada 2 Desember dan meminta kepada TNI untuk dapat melakukan antisipasi.
Senada dengan Gatot, Kepala BNPT, Suhardi Alius telah mendapatkan informasi adanya potensi kelompok radikal akan turun ke jalan pada aksi 'Gelar Sajadah' mendatang.
Anggota kelompok radikal itu tersebar di beberapa daerah di Indonesia, namun hingga saat ini belum ada pergerakan yang berarti.
"Potensi itu selalu ada, makanya kita pantau terus," urainya.