TRIBUNNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus permintaan fatwa ke Mahkamah Agung terkait status Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta pasca-selesainya cuti kampanye Pilkada DKI terus bergulir. Mendagri Tjahjo Kumolo mengajukan permintaan fatwa terkait hal ini ke MA.
Namun, MA memberi tanggapan negatif. Daripada meminta fatwa terkait tafsir hukum status Ahok yang kini jadi terdakwa di kasus penodaan agama, MA malah meminta agar Kementerian Dalam Negeri melakukan kajian sendiri terkait hal itu.
Ketua MA Hatta Ali mengatakan, Kementerian Dalam Negeri sebenarnya memiliki Biro Hukum yang bisa difungsikan untuk mengkaji terkait tafsir hukum terkait penonaktifan Basuki dari kursi gubernur.
"Seyogyanya di Kementerian Dalam Negeri itu kan ada bagian hukum juga, silahkan dibahas. Sebab satu hal Mahkamah Agung dalam keluarkan fatwa kita harus selalu hati-hati," kata Hatta Ali.
Hatta Ali juga mengingatkan, fatwa MA sebenarnya memberikan dampak kepada independensi hakim. Apalagi kasus penodaan agama yang menjadikan Basuki menjadi terdakwa hingga kini masih berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
"Kami tidak boleh memberikan sejak awal demikian pendapat mahkamah, sebelum kita lihat materi-materi yang diajukan untuk mendapatkan fatwa," kata dia. Hatta Ali mengaku memang hingga saat ini belum membaca surat permintaan fatwa dari Kementerian Dalam Negeri.
Menanggapi Mahkamah Agung Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo akan memberhentikan atau menonaktifkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dari jabatannya sebagai gubernur DKI Jakarta jika dalam persidangan dituntut pidana penjara lima tahun dalam kasus penistaan agama di PN Jakarta Utara.
Ahok kini berstatus terdakwa kasus dugaan penodaan agama yang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Ahok diduga menghina salah satu agama di Indonesia saat memberikan pidato di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, tahun lalu.
"Kalau besok sidang selesai terus menuntut lima tahun ya saya berhentikan sementara," kata Tjahjo.
Menteri Tjahjo hari ini memang resmi telah mengirimkan surat permintaan fatwa kepada Mahkamah Agung terkait tafsir hukum perkara yang menjerat Basuki. Tjahjo juga telah bertemu dengan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali dan kedua wakilnya.
Tjahjo mengatakan pihaknya tidak menarget apakah fatwa tersebut benar dikeluarkan Mahkamah Agung atau tidak. Menurut dia, permintaan fatwa tersebut karena adanya polemik yang terjadi terkait pemberhentian Basuki dari jabatannya dihubungkan dengan tuntutan pidana.
Fatwa tersebut dikatakan Tjahjo hanya sebagai pembanding sebelum mereka membuat keputusan. Sekiranya permintaan tersebut belum mendapat respon dari Mahkamah Agung, Tjahjo mengatakan pihaknya akan tetap mengambil sikap.
"Ya tidak masalah. Karena kan tidak mengikat tapi saya sudah punya yurisprudensi selama ini itu mekanismenya," kata politikus PDI Perjuangan itu.
Sekadar informasi, menurut Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah menyebutkan kepala daerah diberhentikan tertera dalam Pasal 83 ayat 1.
Pasal tersebut berbunyi Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (erik sinaga/glery lazuardi)