TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berdasarkan survei Indo Barometer, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden Joko Widodo sebesar yakni 66,4 persen.
Masih ada 32 persen lainnya yang mengaku tidak puas dengan kinerja Jokowi.
Dalam pertanyaan terbuka, responden mengungkapkan alasan ketidakpuasan itu.
Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari mengatakan, jawaban tertinggi responden yaitu lapangan pekerjaan masih terbatas (14,3 persen).
Sementara itu, peringkat kedua alasan ketidakpuasan dengan angka 12,3 persen yaitu kebijakan Jokowi hanya menguntungkan pihak tertentu.
Istilah "presiden boneka" ternyata masih belum lepas dari Jokowi.
Di masa kampanye hingga awal pemerintahannya, Jokowi disebut sebagai boneka partai, yang maksudnya mudah diatur-atur oleh PDI Perjuangan, partai yang mengusungnya.
"Alasan publik tidak puas kinerja presiden Jokowi karena dianggap boneka PDI-P dengan 9,9 persen," ujar Qodari dalam diskusi "Evaluasi Publik 2,5 Tahun Pemerintah Jokowi-JK" di Jakarta, Rabu (22/3/2017).
Sementara itu, alasan lainnya dalam urutan selanjutnya yakni belum bisa mengatasi masalah ekonomi (9,2 persen), harga kebutuhan mahal (8,7 persen), masih banyak korupsi (8,5 persen).
Alasan lain, penegakan hukum tidak netral (6,9 persen), menguntungkan China (6,6 persen), terlalu pro Ahok (4,8 persen), bantuan masih kurang tepat sasaran (4,5 persen), kurang tegas dalam memimpin (3,4 persen) hingga masih kurangnya perhatian untuk pendidikan (3,2 persen).
Politisi PDI-P Maruarar Sirait menegaskan, Jokowi bukan boneka partai sebagaimana yang disebutkan dalam survei.
Ia menyebut Jokowi lebih pantas disebut boneka rakyat karena taat pada konstituen dan konstitusi.
Jokowi juga dibebaskan menjalin hubungan dengan siapa saja dan negara apa saja tanpa berpihak atau terikat pada satu negara tertentu.
"Tidak ada kekuatan dominan. Keseimbangan tetap terjaga," kata Maruarar.
Sementara itu, Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono membantah bahwa Jokowi hanya menurut saja dengan partainya, sehingga diistilahkan seperti boneka.
Padahal, kata Agung, sifat Jokowi yang kental budaya Jawa membuatnya seolah menuruti semua keinginan partai.
"Dia Jawa tulen, lebih ewuh pakewuh (rasa segan). Bukan karena saya dukung beliau, kenyataannya beliau berani berbeda," kata Agung.(Ambaranie Nadia Kemala Movanita)