TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang ketiga kasus korupsi dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) menyisakan beberapa hal menarik.
Mulai dari bantahan, pengakuan penerimaan uang, hingga tangisan saksi, mewarnai persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (23/3/2017).
Persidangan kali ini dibagi mejadi tiga sesi.
Pada sesi pertama, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan dua Mantan pimpinan Komisi II DPR, Taufiq Effendi dan Teguh Juwarno.
Pada sesi kedua, jaksa KPK menghadirkan politisi Hanura yang juga Mantan anggota Komisi II DPR, Miryam S Haryani.
Sementara pada sesi terkahir, jaksa menghadirkan tiga orang saksi, yakni Mantan Dirjen Administrasi Kependudukan Kemendagri, Rasyid Saleh dan Kepala Bagian Perencanaan Kementerian Dalam Negeri Wisnu Wibowo.
Kemudian, Kepala Subag Penyusunan Program Bagian Perencanaan pada Sesditjen Dukcapil Kemendagri Suparmanto.
Berikut beberapa hal menarik yang terungkap dalam persidangan:
1. Bantah terima uang
Teguh Juwarno dan Taufiq Effendi sama-sama mengaku tidak menerima uang. Padahal, dalam surat dakwaan Teguh disebut menerima 167.000 dollar AS. Sementara, Taufik disebut menerima 103.000 dollar AS.
2. Pengaruh Ketua Fraksi
Teguh Juwarno mengakui bahwa pimpinan fraksi akan berperan dalam pengambilan keputusan di setiap alat kelengkapan DPR, termasuk setiap komisi dan Badan Anggaran (Banggar).
Meski demikian, menurut Teguh, arahan ketua fraksi tidak wajib untuk menentukan kebijakan Komisi II DPR. Dalam berbagai pembahasan, arahan ketua fraksi terkadang tidak sejalan dengan keputusan pimpinan komisi.
Jaksa KPK Irene Putrie menilai keterangan Teguh tersebut cukup signifikan dalam dakwaan kasus e-KTP.