Menurut Irene, pernyataan Teguh membuktikan bahwa ketua fraksi bisa memberikan arahan dan anggota fraksi biasanya akan patuh dengan arahan itu.
Dalam kasus e-KTP, proses persetujuan anggaran di DPR disebut dikendalikan oleh beberapa pimpinan fraksi.
Dua di antaranya adalah Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto dan Ketua Fraksi Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Keduanya disebut mengkoordinasikan setiap pimpinan fraksi untuk menyetujui anggaran e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun.
3. Komisi II DPR ingin proyek e-KTP gunakan APBN
Teguh Juwarno dan Taufiq Efendi, sama-sama mengakui bahwa anggota Komisi II DPR menginginkan agar proyek e-KTP menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menurut Teguh, dalam rapat dengan Kementerian Dalam Negeri, hampir semua anggota Komisi II DPR merasa proyek terkait data kependudukan sangat penting, sehingga harus menggunakan dana dalam negeri (APBN).
Menurut Teguh, jika menggunakan dana hibah dari luar negeri, anggota Komisi II DPR mengkhawatirkan ada ikatan yang mengancam aspek keamanan dan kerahasiaan data kependudukan.
4. Miryam cabut keterangan
Miryam S Haryani tidak mengakui isi berita acara pemeriksaan dirinya di tingkat penyidikan oleh KPK.
Miryam membantah perkenalannya dengan pengusaha pelaksana proyek e-KTP bernama Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Miryam juga membantah pernah dimintai pimpinan Komisi II DPR RI untuk menerima sesuatu dari Ditjen Dukcapil Kemendagri terkait e-KTP.
Padahal, keterangan tersebut tertera dalam berita acara pemeriksaan Miryam.
5. Miryam menangis dan merasa diancam penyidik KPK
Menurut Miryam, keterangan yang ia sampaikan dalam BAP tersebut di bawah ancaman penyidik KPK.
"Saya diancam sama tiga orang penyidik. Diancam menggunakan kata-kata," ujar Miryam.