TRIBUNNEWS.COM - Tersangka penyebaran penghasutan bernada SARA, Buni Yani angkat bicara mengenai penetapan status tersangka pada dirinya.
Menurutnya, status tersangka yang kini melekat padanya bukanlah karena video yang diunggahnya.
Melainkan karena caption yang ditulis dalam status Facebook yang diunggahnya.
Namun, Buni Yani menilai jika alasan caption itu hanyalah upaya mencari-cari kesalahan yang dilakukan beberapa pihak kepadanya.
Saat ditemui dalam jumpa pers yang digelar di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (28/4/2017), Buni mengungkapkan jika awalnya ia dituduh telah menghilangkan barang bukti.
Padahal hingga kini unggahan tersebut masih ada sampai sekarang.
Karena tuduhan menghilangkan barang bukti tidak terbukti, lanjut dia, ia kemudian dituduh mengedit isi pidato Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama saat pidato di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016 lalu.
"Saya dituduh mengedit, mengubah isi pidato pak gubernur. Saya tidak bodoh karena saya mengajar mata kuliah 'Indonesia Communication System' selama dua semenster. Saya sudah khatam membaca Undang-Undang ITE. Itu yang saya ajarkan kepada mahasiwa," ucap Buni.
"Saya terbukti tidak mengubah isi video. Karena kehilangan akal, buzzer-buzzer mulai cari-cari kesalahan," imbuh Buni.
Tuduhan terhadap Buni kemudian berubah, dari mengedit menjadi memotong video.
Namun tuduhan itu kembali tidak terbukti karena video yang diunggahnya didapat dari akun Facebook Islam NKRI.
"Saya tidak memotong video. Karena sejak awal saya tidak punya alat, tidak punya software-nya. Saya tidak punya ilmunya, karena saya bukan editor," ujar Buni.
Upaya terakhir untuk menjatuhkannya, menurut Buni adalah dengan mempermasalahkan caption yang ditulisnya di Facebook.
Caption tersebut dipermasalahkan karena kata "pakai" yang tidak ditulisnya dalam unggahan.
Padahal, menurut Buni, apa yang ditulisnya merupakan "partial quotation" yang menurutnya lumrah terjadi.
Ia juga menuturkan penghilangan dan penambahan kata dalam kutipan itu tidak masalah selam bertujuan untuk memperjelas makna.
"Stupid kalau orang dijadikan tersangka berdasarkan partial quotation. Karena ada yang ditambahan, ada juga yang bisa dihilangkan. Masa kemudian orang dituntut untuk persis sama dengan yang dikatakan," ujar Buni.
"Kalau seorang scholar, seorang dosen, dijadikan tersangka berdasarkan partial quotation, banyak sekali sarjana dan wartawan yang masuk penjara karena partial quotation," imbuhnya.
Buni salahkan Buzzer
Buni mengaku jika kehidupannya kini hancur pasca ditetapkan sebagai tersangka.
Ia menyalahkan buzzer-buzzer pendukung Ahok atas semua hal yang telah terjadi.
Menurutnya, buzzer-buzzer itulah yang telah memfitnah dan membangun opini negatif terhadapnya.
"Buzzer ini sangat biadab. Memfitnah orang, menghancurkan hidup orang, tapi mereka tidak pernah puas," kata Buni dalam sebuah jumpa pers yang digelar di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (28/4/2017), dikutip dari Kompas.com.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Buni dipaksa untuk mengundurkan diri dari perguruan tinggi swasta tempatnya mengajar.
Bahkan studi S3 yang ditempuhnya di Leiden, Belanda juga terhenti.
Kini ia belum mendapat pekerjaan pengganti, sedangkan dari pengakuannya, para buzzer masih belum puas untuk menyerangnya.
Peristiwa yang menimpa Buni ini juga berimbas pada kehidupan anggota keluarganya.
"Sering juga ada mobil yang berhenti di depan rumah saya yang membuat istri saya takut," ujar Buni.(TribunWow.com/Fachri Sakti Nugroho)