Dalam dakwaan terdapat sembilan adendum kontrak e-KTP.
Akan tetapi, Isnu mengatakan hanya mengikuti sampai adendum uang keenam karena tidak lagi menjabat direktur utama Perum PNRI.
Adendum pertama adalah Sugiharto menurunkan syarat target minimal pekerjaan untuk dapat dilakukan pembayaran.
Kemudian adendum kedua adalah pengurangan volume pekerjaan pengadaan perangkat keras dan lunak untuk kabupaten/kota tahun 2011.
Adendum ketiga adalah menyetujui dan menerima hasil pekerjaan konsorsium PNRI meskipun belum memenuhi target pekerjaan tahun 2011.
Adendum keempat mengubah cara pembayaran yang lebih menyesuaikan dengan hasil pekerjajan konsorsium PNRI.
Adendum kelima memecah ruang lingkup pengadan blanko KTP bebasik chip.
Adendum keenam adalah memperpanjang jangka waktu pelaksanaan pekerjaan yang senula sampai dengan tanggal 31 Oktober 2012 diperpanjang sampai 31 Oktober 2013.
Adendum ketujuh adalah memasukkan nomor Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun anggaran 2013.
Adendum kedelapan adalah memperpanjang batas waktu pekerjaan yang semula 31 Oktober 2013 diperpanjang sampai 31 Desember 2013.
Sementara adendum kesembilan mengubah volume pekerjaan yang harus diselesaikan konsorsium PNRI dan tahapan pembayaran.
Irman dan Sugiharto kini duduk menjadi terdakwa.
Irman adalah bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri.
Sementara Sugiharto adalah bekas Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen.
Negara diduga menderita kerugian Rp 2,3 triliun dari anggaran Rp 5,9 KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012.