TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui telah mengantongi bukti keterlibatan istri Gubernur Bengkulu, Lily Martiani Maddani, dalam kasus dugaan suap dua proyek jalan di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata membenarkan Lily mempunyai peran yang cukup penting dalam kasus ini.
Terlebih Lily memiliki kedekatan dengan seorang pengusaha Rico Dian Sari.
Dalam kasus ini, Rico diduga berperan sebagai perantara suap antara Gubernur Bengkulu serta istrinya dengan Direktur PT Statika Mitra Sarana (PT SMS), Jhoni Wijaya.
"Jadi Gubernur melalui istrinya minta fee proyek itu nanti diserahkan oleh pengusaha-pengusaha ke Rico. Dari Rico baru ke istri Gubernur," ujar Alex, Rabu (21/6/2017) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Baca: Kekayaan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti Rp 10,324 Miliar
Alex melanjutkan pihaknya tengah mendalami sejumlah pertemuan antara Jhoni Wijaya dengan Gubernur Bengkulu, Ridwan Mukti.
Ini untuk mengkontruksikan secara utuh skema suap dari Direktur PT SMS dengan Ridwan.
"Jadi penyerahan uang terjadi setelah penetapan pemenang lelang. Bahkan, sudah ada pembayaran termin, setiap termin dipotong 10 persen setelah dikurangi pajak," tambah Alex.
Untuk diketahui, KPK telah menetapkan empat orang tersangka terkait kasus dugaan suap dua proyek peningkatan dan pembangunan jalan di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu.
Empat tersangka itu ialah Gubernur Bengkulu, Ridwan Mukti beserta istrinya, Lili Martiani Maddari, Rico Dian Sari seorang pengusaha yang diduga sebagai perantara suap serta Direktur PT Statika Mitra Sarana (PT SMS), Jhoni Wijaya.
Atas perbuatannya, sebagai pihak yang diduga pemberi, Jhony Wijaya disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Tipikor Junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara pihak yang diduga menerima, Ridwan Mukti beserta istri, Lily Martiani Maddani, dan Rico Dian Sari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.