TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penasehat hukum terdakwa Gubernur Banten 2007-2012 dan 2012-2014 Ratu Atut Chosiyah meminta kepada majelis hakim agar mengesampaikan mengenai surat loyalitas dari kepala dinas.
Dalam nota pembelaan setebal 600 halaman lebih, penasehat hukum Ratu Atut, TB Sukatna mengatakan tidaka ada bukti yang meyakinkan surat loyalitas dari Kepala Dinas Provinsi Banten kepada Ratu Atut merupakan perintah atau permintaan kliennya itu.
Menurut TB Sukatna, surat pernyataaan loyalitas yang ditandatangani Djaja Budi pada 14 Februari 2006 di Hotel Kartika Chandra adalah atas permintaan Komisaris PT Balipafacific Pragama Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.
Kata TB Sukatna, saat itu Djaja Budi yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak mengatakan keinginannya agar menjadi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten.
"Saksi Tubagus Chaeri Wardana meminta kepada saksi Djaja Budi untuk membuat surat pernyataan loyalitas untuk mendukung terdakwa (Ratu Atut) sebagai gubernur Banten 2006 dikarenakan saksi Tubagus Chaeri Wardana mendapatkan informasi Bupati Lebak Jayabaya akan mencalonkan diri sebagai gubernur Banten ketika itu," kata Tb Sukatna saat membacakan pledoi di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (6/7/2017).
Baca: Tuntutan Delapan Tahun untuk Ratu Atut, Rano Karno Kecipratan Rp 700 Juta
Permintaan tersebut didasarkan pada keyakinan Djaja Budi memiliiki basis massa keluarga yang luas.
Surat pernaytaan loyal yang ditandatangani di lantai enam Hotel Kartika Chandra itu, kata Tb Sukatna tidak ada hubungannya dengan proyek pengadaan sarana alat kesehatan Ruma Sakit Rujukan Provinsi Banten tahun 2012 yang kini dihadapi Ratu Atut.
Lagi pula, kata Tb Sukatna, surat pernayataa loyalitas tersebut hanya dibuat oleh Djaja dan tidak terdapat pada kepala dinas yang lainnya sebagaimana keterangan yang disampaikan para saksi Kadis Sumber Daya Air Banten I'Ing Suwargi dan Kadis Pendidikan nasional Banten Hudaya Latuconsina.
"Bahwa saksi Djaja Budi Suhardja tidak pernah menyerahkan surat loyalitas kepada terdakwa dan terdakwa tidak pernah menerima surat loyalitas yang ditandatangani saksi Djaja Budi tersebut," beber Tb Sukatna.
Terlebih, lanjut dia, Ratu Atut tidak pernah melihat dan membaca isi surat tersebut. Ratu Atut mengaku baru mengetahui adanya surat loyalitas tersebut ketika dia menghadapi proses penyidikan di KPK.
"Keterangan saksi Djaja Budi yang menerangkan seolah-olah saksi diminta terdakwa agar berkoordinasi dengan saksi Tubagus Chaeri Wardana pada saat terdakwa masih sebagai Plt gubernur tahun 2006 adalah adalah keteranganya patut dikesampingkan atau diragukan kebenarannya mengingat keterangnanya tidak didukung saksi-saksi atau bukti-bukti lainnya," ungkap Tb Sukatna.
Ratu Atut dituntut pidana penjara delapan tahun dan denda Rp 250 juta subsidair enam bulan kurungan.
Ratu Atut juga dituntut membayar pidana pengganti Rp 3.859.000.000. Menurut Jaksa, Ratu Atut dinilai terbukti melakukan perbuatan korupsi secara bersama-sama.
Ratu Atut dinilai terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selain itu, Ratu Atut juga dinilai terbukti secara melanggar dakwaan kedua alternatif pertama, Pasal 12 huruf e UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ratu Atut Chosiyah didakwa merugikan keuangan negara Rp 79.789.124.106,35 dan memperkaya diri sendiri sebesar Rp 3.859.000.000.