Adapun, tipe komunikasi yang dipakai di Telegram menurut Navhat ada yang berupa kanal broadcast satu arah, ada grup kecil, ada juga supergrup yang jumlah anggotanya bisa ribuan.
Mengapa Telegram?
Teknologi dan internet sudah lama dipakai oleh kelompok teroris di tanah air, tepatnya mulai zaman Imam Samudera dan bom Bali.
Yang berbeda, di era media sosial sekarang, kini kelompok teroris lebih sering menggunakan Facebook dan Twitter.
''Tetapi mulai 2014, Twitter dan Facebook mulai memblokir ribuan akun yang terkait paham radikal. Laporan Twitter tahun lalu, sudah lebih dari 600 ribu akun diblokir antara 2015 dan 2016. Itu sebabnya mereka (beralih) menggunakan Telegram,'' jelas Navhat.
Selain itu, Navhat mengutip salah satu postingan dalam kanal radikal Telegram, alasan kuat mereka memilih Telegram adalah teknologi enkripsi yang ketat.
''Saya mengutip alasan mereka, tentang mengapa mereka menggunakan Telegram, yaitu karena teknologi enkripsinya. Mereka bilang mereka juga lebih percaya kepada Durov bersaudara selaku pemilik Telegram, sebab mereka punya reputasi dan mau tampil membela hak privasi. Mereka berani menolak permintaan pemerintah Rusia, contohnya waktu dimintai data kelompok oposisi Rusia. Ini memberi reputasi anti-pemerintah yang di mata teroris.''
Peta pengguna Telegram di dunia, antara lain Indonesia, Suriah, Irak, dan beberapa tenaga migran di Asia Timur dan kawasan Teluk.
Sedangkan di Indonesia, penggunanya tersebar di seluruh Jawa, Sumatera khususnya Lampung, Riau, dan Padang, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah, Ambon, dan Nusa Tenggara.
''Ini menggambarkan sebaran aktual dari kelompok teroris,'' kata Navhat.
Bagaimana percakapan Telegram berubah menjadi radikal?
Navhat merujuk pada pola penggunaan Telegram oleh buruh migran Indonesia di Hong Kong. Ada lebih dari 155 ribu buruh migran yang saat ini bekerja di Hong Kong dan ada sekitar 100 yang teridentifikasi memiliki paham radikal.
Mulanya, buruh-buruh migran tersebut bergabung dengan pengajian offline yang sesungguhnya damai. Kadang mereka tidak puas dengan pengajian atau ustad yang dianggap tidak murni dan lembek, lantaran tidak mendukung muslim di Suriah, Palestina atau tempat yang lain.