News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

UU Pemilu

Dituding Tidak Konsisten, PAN Diminta Keluar dari Pendukung Pemerintah

Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono bersama Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto saat menggelar konferensi pers seusai Rapat Pleno XI Dewan Pakar di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta Barat, Jumat (21/7/2017). Rapat membahas perkembangan strategis aktual. Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPR RI Setya Novanto mengambil alih sidang paripurna DPR yang berlangsung hingga Jumat (21/7/2017) dini hari kemarin.

Novanto mengetuk palu, disetujuinya RUU Pemilu yang sudah dibahas antara pemerintah dan fraksi-fraksi di DPR sejak beberapa bulan lalu.

DPR menyepakati opsi A yang terdiri dari sistem pemilu terbuka presidential threshold 20-25 persen, ambang batas parlemen 4 persen, metode konversi suara sainte lague murni, dan kursi dapil 3-10.

Paket tersebut didukung enam fraksi pendukung pemerintah, yakni PDI Perjuangan, Golkar, PKB, PPP, Nasdem, dan Hanura. Sementara empat fraksi lain, Demokrat, PKS, Gerindra dan PAN walk out.

Pengesahan RUU Pemilu dengan ketentuan presidential threshold di dalamnya, membuat sejumlah kelompok masyarakat sipil bersiap melayangkan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Salah satunya, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Baca: Beras Subsidi Seharga Rp 6.000 Dioplos Lalu Dijual Rp 20 Ribu Per Kilogram

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menyayangkan presidential threshold 20-25 persen tetap dipaksakan.

Menurut dia, ketentuan penggunaan presidential threshold bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 karena akan mengakibatkan ketidakadilan perlakuan bagi partai politik baru peserta Pemilu 2019 yang belum memiliki kursi/suara dari pemilu sebelumnya.

Partai-partai politik tersebut tidak bisa mengusung capres tanpa bergabung dengan parpol lain yang sudah jadi peserta pemilu sebelumnya.

Disepakatinya opsi paket A, menurut Titi, juga berpotensi mengganggu kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menyelenggarakan tahapan Pemilu 2019.

Ketua Umum Partai Bulan Bintang, Yusril Ihza Mahendra juga berencana mengajukan uji materi ke MK. Menurut Yusril, ketentuan presidential threshold bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) jo Pasal 22E ayat (3) UUD 1945.

Pasal 6A ayat (2) itu berbunyi, "Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum".

Sementara, Pasal 22E ayat (3) mengatur bahwa pemilihan umum yang diikuti parpol, yakni memilih anggota DPR dan DPRD.

"Saya akan melawan UU Pemilu yang baru disahkan ke MK," kata Yusril, melalui keterangan tertulisnya.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini