TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Narapidana kasus suap proyek jalan di Maluku Utara, Damayanti Wisnu Putranti bercerita bahwa dirinya sempat merasakan intimidasi dari beberapa pihak saat ditunjuk menjadi Justice Collaborator.
Kata dia, anaknya yang masih balita malah pernah menjadi target sasaran penculikan pihak tidak bertanggung jawab.
"Saya tidak mau menyebut siapanya. Yang saya tahu, dia ingin menculik anak saya kalau saya menyebut namanya dia di persidangan," kata Damayanti saat ditemui secara khusus di Lapas Wanita dan Anak Klas IIB Tangerang, Senin (21/8/2017).
Dijelaskan olehnya, saat itu banyak pihak terutama anggota Komisi V DPR RI tidak mau disebutkan namanya di persidangan.
Bahkan tidak mau mengakui perbuatannya.
Meski, menurutnya, semua hal itu sudah jelas dan terang benderang.
Baca: Bantah Pansus Angket, Damayanti Bilang Perlakuan KPK Bagus Selama Ini
Bahkan ada bukti yang sudah dipaparkan dalam sidang.
"Di buku itu ada semua. Proyek A menerima sekian, yang B menerima sekian kepada siapa saja, itu jelas. Tapi, ya masih ada yang mencoba mengintimidasi," ucapnya.
Oleh karena itu, semenjak menjadi Justice Collaborator, dirinya sudah meminta kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk menjamin keamanan anaknya.
"Alhamdulillah sampai sekang ya aman saja. Setidaknya, sekarang saya bisa jauh lebih tenang," kata dia.
Diketahui pada akhir Agustus 2016, permohonan menjadi JC dari Damayanti kepada KPK dikabulkan.
Dirinya saat itu hanya ingin mengungkapkan bahwa ada sistem yang salah di DPR selama ini, sehingga penyuapan itu terjadi di sana-sini yang mengakibatkan dirinya juga menjadi pesakitan di penjara.
Damayanti divonis selama 4,5 tahun penjara oleh majelis hakim karena terbukti menerima suap `sebesar Rp 8,1 miliar dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir bersama-sama dengan anggota Komisi V lainnya, Budi Supriyanto dan dua orang stafnya, Dessy dan Julia.