News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

OTT Wali Kota Tegal

Uang Suap Wali Kota Tegal Ditemukan di Posko Pemenangan

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno keluar dari gedung KPK memakai rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan, di Jakarta, Rabu (30/8/2017). Siti Masitha Soeparno ditahan KPK usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus dugaan suap pembangunan infrastruktur rumah sakit umum daerah (RSUD). TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno, pengusaha sekaligus politikus Partai Nasdem Amir Mirza Hutagalung, dan Wakil Direktur Bagian Umum dan Keuangan RSUD Kardinah Cahyo Supriadi akhirnya ditahan KPK seusai terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT), Selasa (29/8/2017) kemarin.

Siti Masitha dan Amir Mirza yang maju sebagai calon Walikota dan Wakil Walikota Tegal pada Pilkada 2018-2023 ditangkap karena diduga menerima suap Rp5,1 miliar terkait pengelolaan dana jasa kesehatan di RSUD Kardinah dan fee atas sejumlah proyek di lingkungan Pemerintahan Kota Tegal sepanjang Januari hingga Agustus 2017.

Uang sebanyak Rp5,1 miliar tersebut diduga dikumpulkan pasangan calon tersebut untuk pembiayaan pemenangan pilkada pada 2018.

Bahkan, barang bukti uang suap Rp200 juta dalam tas hijau ditemukan di Posko Pemenangan Siti Masitha-Amir Mirza, di Perumahan Citra Bahari. Dan ada transfer dana Rp100 juta ke rekening Amir Mirza dari Kabag Keuangan RSUD Kardinah, Umi.

"Sejumlah uang yang tadi itu diduga digunakan untuk biayai pemenangan keduanya pada tahun 2018 di Kota Tegal untuk pilkada," ujar Ketua KPK Agus Rahardjo dalam jumpa pers di kantor KPK, Jakarta, Rabu (30/8/2017).

Agus merinci, total uang suap Rp5,1 miliar yang diterima oleh Siti Masitha dan Amir Mirza berasal dari dana jasa pelayanan RUSD Kardinah Kota Tegal sebesar Rp1,6 miliar dan fee atas sejumlah proyek di lingkungan Pemkot Tegal sebesar Rp3,5 miliar sepanjang Januari hingga Agustus 2017.

Barang bukti uang Rp300 juta yang ditemukan merupakan bagian suap dari pengelolaan dana jasa kesehatan RSUD Kardinah.

"Kami belum menemukan itu (adanya perintah partai asal Siti Masitha dan Amir Mirza). Kalau seperti itu (modus korupsi untuk modal pilkada) bisa kreatifitas di lapangan. Ini mau pilkada, perlu modal. Diharapkan ada aturan pemilu berikutnya agar mendapat perhatian sangat serius supaya hal seperti ini bisa diminimalkan dan bisa dicegah," ujar Agus.

Agus mengungkapkan, Amir Mirza sangat berperan aktif menerima suap dari sejumlah proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Tegal.

Amir Mirza yang merupakan Ketua Tim Sukses Pemenangan Siti Masitha-Nur Sholeh pada saat Pilkada Kota Tegal pada 2013 itu merupakan orang kepercayaan atau "tangan kanan" dari Siti Masitha.

Bahkan, Amir Mirza diduga turut andil dalam bongkar pasang 18 kepala dinas di Pemkot Tegal. Dia diduga juga menerima sejumlah uang dalam bongkar pasang kepala dinas tersebut.

"Dari beberapa informasi yang kami terima, AMH ini meskipun swasta tapi karena dia ini tangan kanan walikota, dia cukup ditakuti," ungkap Agus.

"Oleh karena itu, kami akan mengembangkan lebih jauh menganenai apakah ada dalam rangka bongkar pasang tadi itu ada 'uang syukurannya'. Ini masih kami telusuri," imbuhnya.

Agus menambahkan, pihaknya juga akan menelusuri para pengusaha atau kontraktor pemenang tender di lingkungan Pemkot Tegal yang diduga ikut berpartisipasi menyuap Siti Masitha dan Amir Mirza. Di antaranya dengan membuka catatan komunikasi kedua orang tersebut dengan pihak swasta.

"AMH ini tangan kananya (Siti Masitha). Dia bisa melakukan penekanan kepada kepala dinas dan bisa menagih kepada kontraktor yang lain," jelas Agus.

Diketahui, Amir Mirza Hutagalung selain menjadi Ketua DPD Partai Nasdem Kota Tegal, dia juga pengusaha perusahaan jasa transportasi.

Amir Mirza sempat maju menjadi calon Wakil Walikota Medan berpasangan dengan Joko Susilo pada 2010.

Gagal menjadi orang nomor dua di Medan, Amir Mirza mencoba peruntungan menjadi calon Walikota Padangsidempuan berpasangan dengan Nurwin Nasution pada 2012.

Gagal dalam dua kali pemilihan kepala daerah, Amir Mirza menjadi Ketua Tim Sukses pasangan Siti Masitha-Nur Sholeh pada Pilkada Kota Tegal pada 2013 lalu.

Setelah calon yang didukung terpilih dan menjabat sebagai kepala daerah Kota Tegal, Amir Mirza kembali mencoba peruntungan berduet dengan Siti Masitha sebagai calon Walikota dan Wakil Walikota Tegal pada pilkada 2018 mendatang.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Siti Masitha dan Amir Mirza sebagai tersangka penerima suap Rp5,1 miliar terkait pengelolaan dana jasa kesehatan di RSUD Kardinah dan fee atas sejumlah proyek di Pemerintahan Kota Tegal sepanjang Januari hingga Agustus 2017.

Sementara, Wakil Direktur RSUD Karindah Cahyo Supriadi ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap terkait pengelolaan dana jasa kesehatan di rumah sakit tersebut. Ketiganya ditahan di rutan terpisah.

Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan mengingatkan atau "warning" para calon kepala daerah khususnya petahana agar tidak menggunakan cara-cara kotor seperti korupsi untuk modal pilkada serentak pada 2018 mendatang. Ia memastikan pihaknya akan mengawasi dan melakukan penangkapan jika hal itu terjadi.

"Calon petahana pasti sudah berstatus sebagai Penyelenggara Negara. Akan jadi urusan KPK jika dia ambil dana dari pihak manapun," tegas Basaria.

"Seharusnya pikada dapat menghasilkan pemimpin yang punya komitmen. Jika dia tidak memberantas korupsi, paling tidak tidak korupsi. Itu yang jadi perhatian KPK," imbuhnya.

Basaria yang merupakan perempuan jenderal bitang dua di Polri ini mengaku di satu sisi bangga dan senang ada banyak perempuan duduk sebagai kepala daerah di wilayah Jawa Tengah. Namun, di sisi lain ia kecewa karena ada lagi kepala daerah terlibat kasus korupsi.

Apalagi, belum lama ini pihak KPK baru saja melaksanakan program pencegahan "Saya Perempuan Anti-Korupsi" atau SPAK di provinsi Jateng lantaran ada beberapa kepala daerah perempuan yang juga terjerembab kasus korupsi.

"(Semula) KPK ingin program ini diterapkan oleh kepala daerah yang kebetulan perempuan lebih bersih dan serius memberantas korupsi. Ada kekecewaan," ucap Basaria.

"Sebenarnya kami tidak ingin ada OTT, tindakan represif. Tapi terpaksa kalau memang itu dilakukan, mau tidak mau dilakukan tindakan represif," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini