TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa Agung HM Prasetyo tidak ingin dianggap menjadi saingan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika terlibat di Detasemen Khusus (Densus) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) bentukan Mabes Polri.
Untuk itu dirinya menolak bergabung dengan Densus Tipikor Polri yang bakal dibentuk akhir tahun 2017.
Menurutnya, kerjasama lembaga Polri dan Kejaksaan Agung dalam Densus Tipikor juga belum diatur dalam undang-undang.
"Di samping saya ingin menyampaikan menghindari ada anggapan nanti ini dianggap saingan KPK," kata Prasetyo dalam rapat bersama Komisi III di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/10/2017).
Prasetyo menjelaskan, meskipun menolak bergabung, Kejaksaan akan tetap menjalankan tugasnya untuk menerima hasil penyelidikan dan penyidikan terkait kasus korupsi dari Densus Tipikor sesuai aturan KUHAP.
"Yang dibentuk oleh Polri, kami tetap mengacu pada KUHAP di mana di situ diatur JPU menerima hasil penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan penyidik Polri. Apakah itu kalau dulu bareskrim, dan sekarang untuk korupsi akan dilakukan Densus," katanya.
Baca: Ketua Komisi III DPR: Sinergi Densus Tipikor-KPK Harus Hadirkan Efek Gentar
Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) akan beroperasi pada tahun 2018 mendatang.
Mirip dengan Densus Anti Terorisme (Densus 88), Densus Tipikor akan berada di bawah perintah Kapolri.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Setyo Wasisto saat berkunjung ke kantor Kompas TV, Palmerah, Jakarta Barat pada Rabu (27/9/2017).
"Secara teknis Densus Tipikor akan dipegang kendali penuh di bawah komando Kapolri, mirip Densus 88. Jadi semua berpusat di Mabes Polri," jelasnya.
Sementara itu, terkait sistem kerja Densus Tipikor, Setyo menjelaskan tugas pokok Densus Tipikor seperti halnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terdapat upaya pencegahan atau preventif serta penanggulangan atau represif.
Namun, dirinya tidak merinci apakah kewenangan Densus Tipikor mirip seperti penyidik KPK yang dapat melakukan penyadapan hingga penangkapan terhadap terduga korupsi.
"Jadi berlaku kepada semuanya, mau Polisi (terduga korupsi) sekalipun. Justru kita sikat sekalian. Intinya kita harus berubah, dengan adanya densus justru kita jangan jadi berleha-leha. Semuanya bekerja dalam menghadapi korupsi," katanya.
Ketika disinggung mengenai pertemuan dengan KPK terkait rencana pembentukan Densus Tipikor, dirinya menyebutkan jika KPK sangat terbuka.
Mereka katanya justru merasa terbantu dengan adanya Densus Tipikor ke depannya.
"Mereka justru terbuka, karena KPK sadar kalau mereka miliki personil terbatas, mereka juga mengetahui kalau kewenangan Polri luas. Tapi tetap saja, dalam bekerja kita harus bersama-sama," jelasnya.
Kerjasama tersebut dianalogikan ketika dirinya menjabat sebagai Kapolres Indramayu beberapa tahun lalu.
Diceritakannya terdapat penyerangan hingga pembunuhan anggota Polisi ketika hendak menangkap tersangka kasus pencurian kendaraan bermotor.
"Dulu waktu saya jadi Kapolres (Indramayu), itu ada wilayah namanya Kecamatan krangkeng, itu banyak artisnya, artis itu pencuri motor. Jadi kalau polisi mau masuk situ itu harus kulonowon sama Polisi Indramayu, nanti kita koordinasi sama pak haji (tokoh masyarakat) di sana. Ada kejadian, itu ada empat polisi yang masuk, semuanya itu dihabisi, empat orang tewas. Jadi intinya harus ijin, jadi bukan awalnya mau nangkep, malah ditangkep," katanya.