"Mereka mau menunjukkan diri. "Kami ada di Indonesia" begitu kira-kira. Maka saya anggap ini penting untuk diungkap secara kronologis," ucapnya.
Baca: Setya Novanto Menilai Perekonomian Indonesia Semakin Membaik di Tangan Jokowi-JK
Di tengah kesibukannya menjadi Sekretaris Utama Lemhanas, Arif menyempatkan diri selama 18 bulan untuk mengumpulkan data dari narasumber yang masih hidup.
Dalam satu bulan, dia bisa menemui tiga sampai empat narasumber untuk dimintai datanya.
Dia juga menyempatkan diri untuk bertemu keluarga para pelaku.
"Beruntung, saya disambut hangat oleh keluarga dan banyak informasi utuh yang saya dapatkan," katanya.
Hanya saja, kendala terjadi saat dia harus menemui informan "bawah tanah" yang masih tersembunyi.
Pasalnya, dia harus benar-benar memastikan bahwa informan itu benar terlibat dalam aksi-aksi teror di Indonesia, terutama pada Bom Bali I, 15 tahun silam.
"Kalau ditanya, bagian mana yang paling sulit, semua isi di dalam buku ini sulit untuk dikerjakan. Semua bab dari buku ini punya ceritanya masing-masing yang belum pernah dipublikasi pihak manapun," ujar Arif. (rio)