TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Romahumuziy bersyukur atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan kubu Djan Faridz.
Wasekjen PPP Achmad Baidowi mengatakan hal tersebut menandakan PPP hasil Muktamar Pondo Gede makin kuat.
"Kami mengajak saudara-saudara yang disebelah untuk bergabung kembali dan bersatu menghadapi pemilu 2019, sebagaimana kita sudah diterima pendaftarannya oleh KPU karena kami memegang SK Menkumham," kata Baidowi melalui pesan singkat, Jumat (27/10/2017).
Baca: Anggota Komisi III Minta Polri Perlakukan Jenazah Korban Pabrik Petasan Secara Manusiawi
Baidowi mengatakan MK telah empat kali menolak gugatan Djan Faridz.
Ia juga mengingatkan pihaknya memegang SK Menkumham yang berdasarkan fakta politik-hukum
Diketahui, MK pada Kamis (26/10/2017) menyebutkan tidak menerima permohonan yang diajukan oleh Djan Faridz, yang ditetapkan sebagai ketua umum DPP PPP.
Menurut Mahkamah, Pemohon menyatakan diri sebagai perseorangan warga negara Indonesia.
Kemudian, pemohon dalam permohonannya menguraikan pula posisinya sebagai Ketua Umum DPP PPP.
Kerugian konstitusional yang didalilkan oleh Pemohon sebagai perseorangan warga negara Indonesia terkait erat dan bahkan tidak dapat dilepaskan dari dalil Pemohon sebagai Ketua Umum DPP PPP yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya dengan adanya konflik kepengurusan partai politik.
Pengujian konstitusionalitas ketentuan mengenai sengketa internal kepengurusan partai politik telah dipertimbangkan oleh Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-XIV/2016 bertanggal 25 Januari 2017.
Baca: Kisah 100 Personil Brimob Kalbar Selamatkan Karyawan Pabrik Petasan
Dalam putusan tersebut, Mahkamah berpendapat tidak ada kerugian konstitusional yang dialami oleh Pemohon dengan berlakunya Pasal 40A ayat (3) UU Pilkada dan Pasal 23 ayat (2), ayat (3), dan Pasal 33 UU Parpol yang dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya.
Sehingga Pemohon tidak memenuhi syarat kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK.