Setiap hari kami harus membayar uang parkir ke pengelola bervariasi hingga ada yang mencapai Rp 40 ribu per hari, padahal banyak dari kami parkir di depan rumah sendiri.
Kalau tiap hari kami harus membayar parkir yang begitu memberatkan untuk satu mobil, bagaimana kalau dua mobil bahkan lebih? Tiap hari hasil kerja keringat kita hanya untuk menggemukkan pengelola sementara kami ada tanggungan keluarga lagi.
Ada ratusan rumah di sini Pak Jokowi.
Kami sudah mengadu ke Pemerintah Kota Medan, tapi sepertinya pengelola sangat kuat sehingga suara kami benar-benar tak didengar oleh pemerintah.
Pengelola menguasai Jalan Pusat Pasar padahal jalan ini berstatus Jalan Kota atau jalan umum. Apa bisa jalan kota dikelola swasta tanpa persetujuan warga dan dikenakan parkir progresif perjam?
Mobil kami sempat pernah dicegat tidak diperbolehkan keluar karena menolak bayar parkir perjam tapi kami juga yang dituduh membuat keributan padahal jelas seluruh warga menolak dikenakan tarif per jam, kami sudah baik-baik minta tolong untuk diberikan kelonggaran melalui surat aspirasi warga tapi pengelola tak pernah mau membalas surat kami bahkan pernah surat kami tidak mau diterima.
Ohya Pak Jokowi, di jalan dan lingkungan kami ini juga ada Pasar Tradisional terbesar di Medan, pembeli dan pedagang juga dikutip biaya parkir dengan tarif per jam, kek mana kami bisa usaha Pak Jokowi, masak pelanggan mau beli jeruk sekilo juga mesti bayar parkir per jam, apa ga nasib kami pedagang pasar tradisional bakal tinggal kenangan nanti? Macam lagu-lagu sedih aja Pak Jokowi.
Luar biasa lah Pak, mafia di sini, klo bisa coba sekali-sekali mampir deh Pak Jokowi ke lingkungan kami, nanti kita sediain durian medan cuma klo hujan mesti pake sampan masuknya yah soalnya motor aja tenggelam Pak. Rumah kami yang sudah ditinggikan aja nyaris tenggelam. Itupun mesti bayar parkir per jam.
TOLONG KAMI PAKK!! (Hendrik Naipospos/ Tribun-medan.com)