TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Andi Agustinus alias Andi Narogong, terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (21/12/2017).
Di uraian fakta-fakta, majelis hakim turut mempertimbangkan aliran uang kepada Setya Novanto.
Salah satu aliran uang itu saat konsorsium pelaksana proyek e-KTP belum memiliki modal kerja, padahal, kontrak perjanjian kerja telah ditandatangani.
"Terdakwa dan Paulus Tanos ke kediaman Setya Novanto membahas modal kerja. Setya Novanto menyampaikan teman dekatnya, Made Oka Masagung, yang akan membantu modal. Selain itu, fee kepada Setya Novanto akan diberikan melalui Oka Masagung," ujar hakim Franki Tambuwun di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (21/12/2017).
Selain itu, majelis hakim menguraikan pemberian fee 7 juta dollar Amerika Serikat kepada Setya Novanto. Hakim mengatakan pemberian fee kepada Setya Novanto diberikan PT Quadra Solution dan PT Biomorf Mauritius.
Baca: Ingin Silaturahmi ke DPP PPP Romi, Kubu Djan Dihadang Puluhan Preman
Uang itu dikirim kepada rekening perusahaan milik Oka Masagung di Singapura, yakni OEM Investment dan Delta Energy Pte Ltd. Tak hanya itu, ada penyerahan uang melalui keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi.
Di persidangan pembacaan putusan itu, majelis hakim menggunakan pasal berbeda dengan yang digunakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK untuk menjatuhkan vonis. Berdasarkan dakwaan alternatif yang diterapkan, majelis hakim berpendapat dakwaan yang tepat dijatuhkan, dakwaan alternatif kedua.
Hakim anggota, Anwar, menjelaskan Andi Narogong tidak memiliki unsur jabatan tertentu dalam proyek e-KTP. Sementara di tuntutan JPU, Andi dituntut dengan menggunakan Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Dalam Pasal 3 pelaku setiap orang adalah terletak jabatan dengan jabatan tersebut pelaku mempunyai kesempatan dalam jabatannya, sehingga yang dilarang adalah setiap orang yang memiliki jabatan tertentu sehingga pelaku menyalahgunakan jabatannya. Sementara Pasal 2 ayat 1 lebih umum," ujar Anwar.
Sehingga, kata dia, tidak tepat terdakwa dituntut berdasarkan dakwaan alternatif kedua yang tepat alternatif.