TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Dedie A Rachim mengaku harus mempertimbangkan banyak hal sebelum akhirnya memutuskan untuk pergi dari lembaga antirasuah itu dan mengkuti kontestasi Pilkada.
Bukan tanpa sebab, dia mengakui akan lebih merasa nyaman di KPK dibanding harus ikut dalam sebuah pertarungan yang tidak pasti.
Dedie mengaku sempat ragu ketika keluarga meminta pertimbangan ulang.
"Awalnya begitu. Keluarga sempat minta dipikir lagi. Bagaimanapun, di KPK lebih nyaman," kata Dedie saat dihubungi, Jakarta, Sabtu (30/12/2017).
Menjabat sebagai Direktur Pembinaan dan Kerja Sama Antara Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK, adalah pencapaian karir yang dirasa Dedie sangat baik.
Baca: Sebelum Menghembuskan Napas Terakhir, Vena Bisikkan Sebuah Nama Orang yang Membunuhnya
Terlebih, jika nantinya, dia bisa merasakan duduk sebagai Deputi salah satu bidang di KPK, satu tingkat di atas jabatan Dedie terakhir.
"Saya kan berangkat dari profesional. Kemudian, sebagai pegawai negeri, karir paling bagus ya setingkat Dirjen kalau di kementerian, atau Deputi kalau di KPK," jelasnya.
Dedie mengaku, tidak pernah sampai mimpi ingin menjadi kepala daerah.
Pria kelahiran 1966 itu, mengatakan apa yang dilakukannya saat ini adalah mengambil risiko paling besar yang pernah diputuskan selama hidupnya.
Namun, ada faktor lain yang dianggap olehnya jauh lebih penting ketimbang tetap berada di Gedung KPK.
Pria pemegang gelar Magister Kebijakan Publik, Fisip UI itu juga menjelaskan alasan dirinya segera memberikan surat pengunduran diri lebih cepat ke pimpinan KPK.
Baca: Sempat Menolak Dites Urine dan Kesulitan Buang Air Kecil, Ternyata Pilot Malindo Air Simpan Sabu
Padahal, jika mengacu pada aturan, Dedie masih diberi kesempatan hingga penetapan pasangan calon oleh KPU daerah.