News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Fahri Hamzah Ingatkan Jokowi, Jangan Jadikan Utang Tulang Punggung Pembangunan

Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah.

Berdasarkan current year 2016, GDP Indonesia sebesar 932 miliar USD (peringkat 16), sedangkan Jepang 4.939 miliar USD (peringkat 3). Jika dihitung secara linier dan asumsikan growth Indonesia konsisten saja 5% hingga 2050 sedangkan Jepang hanya tumbuh 0-1 persen.

“Maka tidak mustahil Indonesia akan bisa mengalahkan Jepang. Tapi kita perlu hati-hati, kadang pertumbujan GDP bisa seperti pisau bermata dua, bisa memberikan informasi menggembirakan, tapi bisa menjadi fatamorgana yang bisa sirna seketika,” katanya mengingatkan.

Kata anggota DPR dari Dapil NTB itu, apalah arti angka tanpa memahami makna di dalamnya. Angka pertumbuhan GDP hanyalah kulit, karena dibalik itu semua ada strategi kebijakan yang secara fundamen bisa berbeda antar negara.

Masing-masing negara punya cara berbeda dalam menjaga kualitas pertumbuhannya.

“Saya ulang lagi, GDP adalah indeks komposit yang terbentuk oleh pengeluaran konsumsi (c) + pengeluaran investasi (I) + pengeluaran pemerintah (G) + selisih ekspor impor (xm). Proporsi setiap komponen tersebut bisa berbeda tiap negara walau mungkin hasil akhirnya sama,” katanya.

Karena itu, menurut dia perlu disadari bahwa nilai GDP indonesia setengahnya lebih (54%) ditopang oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga. Jumlah penduduk Indonesia lebih besar dibanding Jepang atau bahkan negara maju lainnya.

“Konsumsi kita tentu banyak. Tapi, Jepang atau negara maju tidak mengandalkan konsumsi rumah tangga sebagai penopang utama GDP, tetapi investasi dan industrialisasi penyokong struktur GDP-nya. Jepang dan negara maju bisa menggenjot investasi dan bukan konsumsi rumah tangga,” terangnya lagi.

Dengan struktur GDP yang seperti itu, lanjut Fahri Hamzah, Jepang dan negara maju relatif lebih produktif. Indonesia jelas lebih konsumtif. Ancaman Indonesia ke depan hanya jadi pangsa pasar bagi negara maju.

“Jadi rebutan negara-negara industrialis! Di mana berdikari? Era SBY, rasio utang terhadap GDP sempat turun sampai 22,9%, era Jokowi merangkak naik. 2014 (24,7%), 2015 (26,9%) dan akhir 2016 (27%). Jika angka ini terus naik, boleh jadi GDP makin besar tapi utang juga tambah besar, beban masa depan tambah berat,” ujarnya mengingatkan.

Lantas, Fahri pun mengingatkan kalau utanng tersebut akan jatuh tempo, apalagi beban bunganya saja sudah lebih dari 200 triliun.

Ia khawatir ketika jatuh tempo negara akan limbung dan tersungkur. Sekarang banyak penganjur hutang bahkan menikmati uang kotor dari negara yang ekonominya tidak bersih.

Karenanya Fahri mengingatkan Presiden Jokowi supaya utang jangan dijadikan sebagai tulang punggung pembangunan.

Apalagi, tahun 2045 bangsa ini akan memasuki 100 tahun kemerdekaanya, dan kalau hari ini perintah gagal memberikan pondasi yang kuat, maka generasi baru akan jadi pecundang di masa depan.

“Nah, teman-teman milenial jadi paham kan makna dibalik angka GDP kita. Itu sangat tergantung pada strategi dan kinerja pemerintah sekarang. Ingat! biar bangsa kita nggak konsumtif, industri digenjot dong, jangan impor terus!” Fahri mengingatkan.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini