Padahal, menurut dia data BPS beberapa tahun terakhir sudah memberi warning bahwa industri kita mengalami kemunduran. Kita masuk dalam jurang deindustrialisasi, ditambah lagi kontribusi sektor manufaktur terhadap GDP merosot terus.
“Pak Jokowi harus sadar bahaya ini. Ini butuh langkah strategis! Jangan terlampau optimis dan senang dengan angka-angka GDP. Ini menteri-menteri jangan kerja sendiri-sendiri. Harus ada orkestra membangun industri tidak bisa nafsi-nafsi kayak sekarang,” katanya.
Fahri melihat karena Presiden Jokowi dan para Menteri kurang seirama, karena disaat Jokowi blusukan bagi-bagi sertifikat tanah, kartu-kartu sejahtera dan sepeda, para mentri ada yang minta tambahan utang terus, jualin BUMN, minta suntikan modal (PMN) tapi kok industri malah makin terpuruk?
“Sebagai dirijen, Bapak lah yang harus mengatur ritme agar harmoninya mengalir indah. Dulu bapak waktu bela ESEMKA masih Walikota. Jadi gubernur belum juga. Ini sudah jadi presiden pak. Mohon maaf ini soal orkestra,” ujarnya.
Diingatkan bahwa tugas presiden tidak bisa hanya memimpin rapat. Tapi memimpin perakitan ide yang akan menjadi rakitan kekuatan nasional di semua bidang, baik politik, ekonomi, industri dan semuanya. Ini yang menurut Fahri, alpa selama ini.
“Ayo Pak kita punya janji dan utang yang harus kita tunaikan kepada para pendiri bangsa dan juga pada generasi yang kita sebut millenial ini. Jangan biarkan mereka menjadi kuli dinegerinya sendiri saat jumlah mereka mencapai puncaknya," pungkasnya.