TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly akan merevisi Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM tentang restrukturisasi, reposisi, dan revitalisasi pengurusan DPP Partai Hanura masa bakti tahun 2015-2020, dengan nomor M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2018.
Semula SK Kemenkumham tersebut diberikan kepada Partai Hanura kubu Oesman Sapta Odang.
Namun, pemberian SK itu saat partai yang berdiri pada 2006 itu mengalami konflik internal.
Sejumlah politisi Partai Hanura di kubu Daryatmo termasuk Sekretaris Jenderal Partai Hanura, Syariffudin Sudding tidak tercantum di SK itu.
Hal ini, karena Sudding diberhentikan oleh OSO.
Baca: Orang Superkaya Dunia George Soros Sebut Facebook dan Google Ancaman Terbesar bagi Demokrasi
Nah, Yasonna akan merevisi SK itu dengan syarat kedua kubu yang bertikai segera melakukan rekonsiliasi.
Menurut dia, kedua kubu itu akan berkoordinasi membahas sejumlah hal termasuk kepengurusan.
"Nanti mereka akan duduk bersama tentu ada revisi dan lain-lain. Kami harapkan begitu. Dari hasil rekonsiliasi," ujar Yasonna, ditemui di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Jumat (26/1/2018).
Sebelumnya, Wakil Ketua DPP Partai Hanura kubu Daryatmo, Sudewo, menilai Surat Keputusan (SK) Kementerian Hukum dan HAM tentang restrukturisasi, reposisi, dan revitalisasi pengurusan DPP Partai Hanura masa bakti tahun 2015-2020, dengan nomor M.HH-01.AH.11.01 Tahun 2018 yang diberikan kepada Partai Hanura kubu Oesman Sapta Odang, cacat hukum.
Menurut dia, SK Kemenkumham tersebut dikeluarkan berdasarkan atas surat Dewan Kehormatan Partai Hanura.
Di dalam surat itu, kata dia, disebutkan tidak ada konflik di partai yang berdiri pada 2006 tersebut.
Atas dasar SK Kemenkumham itu, lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) berpedoman pada partai politik yang terdaftar di Kemenkumham dalam melakukan verifikasi.
Hal ini pula yang akan dilakukan ketika memverifikasi Partai Hanura, yang sedang terpecah.